وروينا في سنن أبي داود في كتاب الأدب3/475،
عن قتادة أنه بلغه؛أن نبيّ اللّه
صلى اللّه عليه وسلم
كان إذا رأى الهلالَ قال
:"هِلالٌ
خَيْرٍ وَرُشْدٍ، هِلالُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ، هِلالُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ، آمَنْتُ باللّه
الَّذي خَلَقَكَ، ثَلاث مراتٍ، ثم يقول: الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذي ذَهَبَ بِشَهْرِ كَذَا وجَاءَ بِشَهْرِ
كَذَا".
وفي رواية (3) عن قتادة "أن النبيّ صلى اللّه عليه وسلم كان إذا رأى الهلال صرف وجهَه عنه" هكذا رواهما أبو داود مُرسَلَين.
وفي بعض نسخ أبي داود، قال أبو داود: ليس في هذا الباب عن
النبيّ صلى اللّه عليه وسلم حديث مُسند صحيح. (4)
5\476 ورويناه في كتاب ابن السني (5)
، عن أبي سعيد الخدري، عن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم.
، عن عائشة رضي اللّه عنها قالت
أخذ رسولُ اللّه صلى اللّه عليه وسلم بيدي، فإذا القمر حين طلع فقال:
"تَعَوَّذِي باللّه مِنْ شَرّ هَذَا الغاسقِ إذَا وَقَبَ"
(7)
Telah sampai kepada Kami sebuah Riwayat yang terdapat pada
kitab sunan Abu Daud pembahasan tentang masalah adab juz 3 H 475 dari Qotadah ia mendapatkan berita Bahwa Nabi SAW : apabila melihat bulan ( Hilal ) mengucapkan doa sebagai berikut :
Hilal adalah kebaikan dan petujuk, bulan ( hilal ) adalah kebaikan dan petunjuk,
hilal adalah kebaikan dan petunjuk , Aku beriman kapada Allah yang telah
menciptakan mu wahai bulan sebanyak tiga kali, kemudian rasul melanjutkan
doanya :” Segala puji bagi Allah yang melewatkan bulan tadi dan yang
mendatangkan bulan ini.
Keterngan :
Imam Abu Daud menyusun kitabnya di
Baghdad. Minat
utamanya adalah
syariat,
jadi kumpulan hadits-nya berfokus murni pada hadits tentang syariat. Setiap
hadits dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan
Al-Qur'an,
begitu pula sanadnya. Dia pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam
Ahmad untuk meminta saran perbaikan.
Kitab Sunan Abu Dawud diakui oleh mayoritas dunia Muslim sebagai salah satu
kitab hadits yang paling autentik. Namun, diketahui bahwa kitab ini mengandung
beberapa hadits lemah (yang sebagian ditandai dia, sebagian tidak).
Ibnul
A'raby berkata, barangsiapa yang sudah menguasai Al-Qur'an dan kitab
"Sunan Abu Dawud", maka dia tidak membutuhkan kitab-kitab lain lagi.
Imam
Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kitab "Sunan Abu Dawud" sudah
cukup bagi seorang
mujtahid untuk menjadi landasan hukum.
Ia adalah imam dari imam-imam
Ahlussunnah wal Jamaah yang hidup di Bashroh kota berkembangnya
kelompok Qadariyah, demikian juga berkembang disana pemikiran Khowarij,
Mu'tazilah, Murji'ah dan Syi'ah Rafidhoh serta Jahmiyah dan lain-lainnya,
tetapi walaupun demikian dia tetap dalam keistiqomahan diatas Sunnah dan diapun
membantah Qadariyah dengan kitabnya
Al Qadar, demikian pula bantahan dia
atas Khowarij dalam kitabnya Akhbar Al Khawarij, dan juga membantah terhadap
pemahaman yang menyimpang dari kemurnian ajaran Islam yang telah disampaikan
olah Rasulullah. Maka tentang hal itu bisa dilihat pada kitabnya As Sunan yang
terdapat padanya bantahan-bantahan dia terhadap Jahmiyah, Murji'ah dan
Mu'tazilah.
Al-Imam al-Muhaddist Abu Dawud lahir pada tahun 202 H dan wafat pada tahun
275 H di Bashrah. ahli urusan hadits, juga dalam masalah fiqh dan ushul serta
masyhur akan kewara’annya dan kezuhudannya. Kefaqihan dia terlihat ketika
mengkritik sejumlah hadits yang bertalian dengan hukum, selain itu terlihat
dalam penjelasan bab-bab fiqih atas sejumlah karyanya, seperti Sunan Abu Dawud.
Sepanjang sejarah telah muncul para pakar hadist yang berusaha menggali
makna hadist dalam berbagai sudut pandang dengan metoda pendekatan dan sistem
yang berbeda, sehingga dengan upaya yang sangat berharga itu mereka telah
membuka jalan bagi generasi selanjutnya guna memahami as-Sunnah dengan baik dan
benar.
Di samping itu, mereka pun telah bersusah payah menghimpun hadits-hadits
yang dipersilisihkan dan menyelaraskan di antara hadits yang tampak saling
menyelisihi. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kewibawaan dari hadits dan
sunnah secara umum. Abu Muhammad bin Qutaibah (wafat 267 H) dengan kitab dia
Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits telah membatah habis pandangan kaum Mu’tazilah yang
mempertentangkan beberapa hadits dengan al-Quran maupun dengan rasio mereka.
Selanjutnya upaya untuk memilahkan hadits dari khabar-khabar lainnya yang
merupakan hadits palsu maupun yang lemah terus dilanjutkan sampai dengan kurun
al-Imam Bukhari dan beberapa penyusun sunan dan lainnya. Salah satu kitab yang
terkenal adalah yang disusun oleh Imam Abu Dawud yaitu sunan Abu Dawud. Kitab
ini memuat 4800 hadits terseleksi dari 50.000 hadits.
Dia sudah berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal
ini diketahui mengingat pada tahun 221 H, dia sudah berada di baghdad. Kemudian
mengunjungi berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu dari sumbernya. Dia
langsung berguru selama bertahun-tahun. Di antaraguru-gurunya adalah Imam Ahmad
bin Hambal, al-Qa’nabi, Abu Amr adh-Dhariri, Abu Walid ath-Thayalisi, Sulaiman
bin Harb, Abu Zakariya Yahya bin Ma’in, Abu Khaitsamah, Zuhair bin Harb,
ad-Darimi, Abu Ustman Sa’id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain.
Sebagai ahli hukum, Abu Dawud pernah berkata: Cukuplah manusia dengan empat
hadist, yaitu: Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya; termasuk
kebagusan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat;
tidaklah keadaan seorang mukmin itu menjadi mukmin, hingga ia ridho terhadap
saudaranya apa yang ia ridho terhadap dirinya sendiri; yang halal sudah jelas
dan yang harampun sudah jelas pula, sedangkan di antara keduanya adalah
syubhat.
Dia menciptakan karya-karya yang bermutu, baik dalam bidang fiqh,
ushul,tauhid dan terutama hadits. Kitab sunan dialah yang paling banyak menarik
perhatian, dan merupakan salah satu di antara kompilasi hadits hukum yang
paling menonjol saat ini. Tentang kualitasnya ini Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah
berkata: Kitab sunannya Abu Dawud Sulaiman bin Asy’ats as-sijistani
rahimahullah adalah kitab Islam yang topiknya tersebut Allah telah
mengkhususkan dia dengan sunannya, di dalam banyak pembahasan yang bisa menjadi
hukum di antara ahli Islam, maka kepadanya hendaklah para mushannif mengambil hukum,
kepadanya hendaklah para muhaqqiq merasa ridho, karena sesungguhnya ia telah
mengumpulkan sejumlah hadits ahkam, dan menyusunnya dengan sebagus-bagus
susunan, serta mengaturnya dengan sebaik-baik aturan bersama dengan kerapnya
kehati-hatian sikapnya dengan membuang sejumlah hadits dari para perawi
majruhin dan dhu’afa. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas mereka dan mem-
berikannya pula atas para pelanjutnya.
Qatada bin al-Nu'man (
Arab:
قتدة بن النعمان) adalah
Sahabat Nabi Muhammad.
Qatadah yang bernama asli
Abdul Khatib merupakan penduduk
Madinah,
sehingga disebut golongan
Anshar. Dalam
Pertempuran
Uhud, mata dia terluka hingga lepas dari rongga mata, kemudian Nabi
Muhammad dengan didahului dengan doa mengembalikan bola mata Abu Qatadah
seperti sediakala. Ia dijuluki sebagai "Ksatria rasulallah" (
فارس رسول الله Faaris rasulullah). Meninggal
di kota Madinah tahun 54 H. Menurut sebuah situs, Qatadah memiliki arti
"pohon kayu keras."
Mengenai perkataan
Rasululloh SAW : الحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذي ذَهَبَ بِشَهْرِ كَذَا وجَاءَ بِشَهْرِ كَذَا". “telah berlalu bulan yang tadi dan telah datang bulan yang sekarang
“ Merujuk pada
dua Hal :
1, Berdasarkan
pendapat imam Nawawi Bahwa Hadist ini menerangkan tentang tentang penentuan
jatuhnya satu Ramadhan dengan Ru’yah.
2. Karena
dalam hadist tidak adanya penyebutan bulan yang di maksud ( telah berlalu bulan
syawal dan telah datang bulan Ramadhan, Bisa jadi setiap pergantian bulan kita
di anjurkan untuk membaca doa’ yang di sebutkan di atas ( wallohu a’lam bis
showab ). Ber sambung pada bagian kedua.