• Home
  • My Profil
  • Kontak
  • Jual Beli Aman
  • Pesan Hotel
  • Aksesories dan Perhiasan
  • Hosting Murah
  • handphone-tablet Hadiri Dan Syiarkan Gema MAULID DAN RATIB Setiap kamis Malam Jum'at Bersama Majlis Ta'lim Nurul Islam, mari kita memperbanyak baca sholawat di malam jum'at agar sukses di dunia dan akhirat.. di informasikan bahwa MT. nurul islam sedang menggalang dana untuk membuat yayasan dan pebelihan lahan untuk kantor sekertariat MT. Ta'lim nurul islam, bantuan dapat di salurkan ke no.rek BCA 6870698672 an.Nadih

    Friday, 21 September 2012

    Dialog Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi VS Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani

    Ada sebuah perdebatan yang menarik tentang ijtihad dan taqlid, antara Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, seorang ulama Ahlussunnah wal Jama’ah di Syria, bersama Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, seorang tokoh Wahhabi dari Yordania.
    Syaikh al-Buthi bertanya: “Bagaimana cara Anda memahami hukum-hukum Allah, apakah Anda mengambilnya secara langsung dari al-Qur’an dan Sunnah, atau melalui hasil ijtihad para imam-imam mujtahid?”
    Al-Albani menjawab: “Aku membandingkan antara pendapat semua imam mujtahid serta dalil-dalil mereka lalu aku ambil yang paling dekat terhadap al-Qur’an dan Sunnah.”
    Syaikh al-Buthi bertanya: “Seandainya Anda punya uang 5000 Lira. Uang itu Anda simpan selama enam bulan. Kemudian uang itu Anda belikan barang untuk diperdagangkan, maka sejak kapan barang itu Anda keluarkan zakatnya. Apakah setelah enam bulan berikutnya, atau menunggu setahun lagi?”
    Al-Albani menjawab: “Maksud pertanyaannya, kamu menetapkan bahwa harta dagang itu ada zakatnya?”
    Syaikh al-Buthi berkata: “Saya hanya bertanya. Yang saya inginkan, Anda menjawab dengan cara Anda sendiri. Di sini kami sediakan kitab-kitab tafsir, hadits dan fiqih, silahkan Anda telaah.”
    Al-Albani menjawab: “Hai saudaraku, ini masalah agama. Bukan persoalan mudah yang bisa dijawab dengan seenaknya. Kami masih perlu mengkaji dan meneliti. Kami datang ke sini untuk membahas masalah lain”.
    Mendengar jawaban tersebut, Syaikh al-Buthi beralih pada pertanyaan lain: “Baik kalau memang begitu. Sekarang saya bertanya, apakah setiap Muslim harus atau wajib membandingkan dan meneliti dalil-dalil para imam mujtahid, kemudian mengambil pendapat yang paling sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah?”
    Al-Albani menjawab: “Ya.”
    Syaikh al-Buthi bertanya: “Maksud jawaban Anda, semua orang memiliki kemampuan berijtihad seperti yang dimiliki oleh para imam madzhab? Bahkan kemampuan semua orang lebih sempurna dan melebihi kemampuan ijtihad para imam madzhab. Karena secara logika, seseorang yang mampu menghakimi pendapat-pendapat para imam madzhab dengan barometer al-Qur’an dan Sunnah, jelas ia lebih alim dari mereka.”
    Al-Albani menjawab: “Sebenarnya manusia itu terbagi menjadi tiga, yaitu muqallid (orang yang taklid), muttabi’ (orang yang mengikuti) dan mujtahid. Orang yang mampu membandingkan madzhab-madzhab yang ada dan memilih yang lebih dekat pada al-Qur’an adalah muttabi’. Jadi muttabi’ itu derajat tengah, antara taklid dan ijtihad.”
    Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa kewajiban muqallid?”
    Al-Albani menjawab: “Ia wajib mengikuti para mujtahid yang bisa diikutinya.”
    Syaikh al-Buthi bertanya: “Apakah ia berdosa kalau seumpama mengikuti seorang mujtahid saja dan tidak pernah berpindah ke mujtahid lain?”
    Al-Albani menjawab: “Ya, ia berdosa dan haram hukumnya.”
    Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa dalil yang mengharamkannya?”
    Al-Albani menjawab: “Dalilnya, ia mewajibkan pada dirinya, sesuatu yang tidak diwajibkan Allah padanya.”
    Syaikh al-Buthi bertanya: “Dalam membaca al-Qur’an, Anda mengikuti qira’ahnya siapa di antara qira’ah yang tujuh?”
    Al-Albani menjawab: “Qira’ah Hafsh.”
    Al-Buthi bertanya: “Apakah Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja? Atau setiap hari, Anda mengikuti qira’ah yang berbeda-beda?”
    Al-Albani menjawab: “Tidak. Saya hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja.”
    Syaikh al-Buthi bertanya: “Mengapa Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja, padahal Allah subhanahu wata’ala tidak mewajibkan Anda mengikuti qira’ah Hafsh. Kewajiban Anda justru membaca al-Qur’an sesuai riwayat yang dating dari Nabi Saw. secara mutawatir.”
    Al-Albani menjawab: “Saya tidak sempat mempelajari qira’ah-qira’ah yang lain. Saya kesulitan membaca al-Qur’an dengan selain qira’ah Hafsh.”
    Syaikh al-Buthi berkata: “Orang yang mempelajari fiqih madzhab asy-Syafi’i, juga tidak sempat mempelajari madzhab-madzhab yang lain. Ia juga tidak mudah memahami hukum-hukum agamanya kecuali mempelajari fiqihnya Imam asy-Syafi’i. Apabila Anda mengharuskannya mengetahui semua ijtihad para imam, maka Anda sendiri harus pula mempelajari semua qira’ah, sehingga Anda membaca al-Qur’an dengan semua qira’ah itu. Kalau Anda beralasan tidak mampu melakukannya, maka Anda harus menerima alasan ketidakmampuan muqallid dalam masalah ini. Bagaimanapun, kami sekarang bertanya kepada Anda, dari mana Anda berpendapat bahwa seorang muqallid harus berpindah-pindah dari satu madzhab ke madzhab lain, padahal Allah tidak mewajibkannya. Maksudnya sebagaimana ia tidak wajib menetap pada satu madzhab saja, ia juga tidak wajib berpindah-pindah terus dari satu madzhab ke madzhab lain?”
    Al-Albani menjawab: “Sebenarnya yang diharamkan bagi muqallid itu menetapi satu madzhab dengan keyakinan bahwa Allah memerintahkan demikian.”
    Syaikh al-Buthi berkata: “Jawaban Anda ini persoalan lain. Dan memang benar demikian. Akan tetapi, pertanyaan saya, apakah seorang muqallid itu berdosa jika menetapi satu mujtahid saja, padahal ia tahu bahwa Allah tidak mewajibkan demikian?”
    Al-Albani menjawab: “Tidak berdosa.”
    Syaikh al-Buthi berkata: “Tetapi isi buku yang Anda ajarkan, berbeda dengan yang Anda katakan. Dalam buku tersebut disebutkan, menetapi satu madzhab saja itu hukumnya haram. Bahkan dalam bagian lain buku tersebut, orang yang menetapi satu madzhab saja itu dihukumi kafir.”
    Menjawab pertanyaan tersebut, al-Albani kebingungan menjawabnya.
    Demikianlah dialog panjang antara Syaikh al-Buthi dengan al-Albani, yang didokumentasikan dalam kitab beliau al-Lamadzhabiyyah Akhthar Bid’ah Tuhaddid asy-Syari’at al-Islamiyyah. Dialog tersebut menggambarkan, bahwa kaum Wahhabi melarang umat Islam mengikuti madzhab tertentu dalam bidang fiqih. Tetapi ajakan tersebut, sebenarnya upaya licik mereka agar umat Islam mengikuti madzhab yang mereka buat sendiri. Tentu saja mengikuti madzhab para ulama salaf, lebih menenteramkan bagi kaum Muslimin. Keilmuan, ketulusan dan keshalehan ulama salaf jelas diyakini melebihi orang-orang sesudah mereka.(pustakamuhibbin)

    Ijajil – Nama Asli Iblis Karena membangkang, kemulyaannya dicabut

    Asal nama IJAJIL
    Dalam aneka sastra Jawa, seperti pada SERAT RENGGANIS, SERAT AMBIYA, dll, nama ini sering dipakai sebagai nama sumber kejahatan. Aslinya mengadopsi dari bahasa Arab/ Suryani/ Ibrani: IZAZIL atau AZAZIL/ AZAZEL (ﻋﺯﺍﺯﻴﻞ). Nama Azazil dapat kita temukan dalam beberapa kitab tafsir, diantaranya dalam kitab Tafsir Ibnu Katsier, (Mujallad I-1/76 – 77), Tafsir Al- Khozin – Tafsir Al- Baghowi (I-1/48). Nama ini juga ada dalam legenda Yahudi dan digambarkan sebagai SETAN berbadan domba jantan.
    Azazil adalah seorang Malaikat?
    Ibnu Katsier dan penafsir lainnya menulis bahwa Azazil adalah seorang Malaikat yang rupawan dengan memiliki empat sayap, bahkan menjadi Sayyidul Malaaikat sebagai pemimpin malaikat KARUBIYYIN dan juga mendapat tugas sebagai Khoziin al- Jannah (Bendaharawan sorga) selama beberapa puluh ribu tahun sebelum membangkang kepada Allah (Hadist riwayat Ibnu Abbas dari Muhammad bin Ishaq, dari Kholad, dari Ibnu ‘Atho’, dari Thowus, dan dari beberapa hadist yang lain). Namun kalau dihadapkan pada ayat: “Laa ya’shuunalloha maa amarohum wayaf’aluuna maa yu’marun..” = “.. dan para malaikat itu tidak akan mendurhakai Allah dan mereka akan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan…”.(At- Tahriim 6), maka IJAJIL ini mungkin hanya hidup dekat dengan para malaikat tapi ia sendiri BUKAN MALAIKAT, namun level ibadahnya setara dengan malaikat, seperti JIBRAIL- IZRAIL- ISROFIL, MIKAIL dll. Dan ini bersesuaian dengan pernyatan Iblis sendiri: “Kholaqtanii min naar “=  “Engkau Ciptakan aku dari api…”, sedangkan kita tahu para malaikat itu diciptakan dari NUR., bukan dari api.
    Dalam ayat lain disebutkan: ” Kaana minal Jinn” = Iblis itu bagian dari bangsa Jin…” (Al- Kahfi 51) Demikian juga mereka berkeluarga dan punya anak turun temurun seperti IFRIT (An- Naml 39), sebagaimana disampaikan oleh Imam Mujahid  dan Qotadah : “Innahum yatawalladuuna kama yatawalladu banuu Adam” – tidak sebagaimana malaikat yang tidak beranak tidak beristri. (Al- Khoziin/ Al- Baghowi III-1/212 – 216 / Surat Al- Kahfi 50).
    Namanya berubah menjadi Iblis

    Ketika Allah menciptakan Adam A.S sebagai calon kholifah di bumi dan memerintahkan seluruh malaikat untuk SUJUD HORMAT (bukan sujud menyembah) kepada Adam yang telah diberikan beberapa kelebihan ilmu, maka seluruh malaikat pun bersujud, menghormat Adam, kecuali IJAJIL, karena dipengaruhi oleh watak aslinya, yakni: DENGKI (hasad) dan SOMBONG (takabbur). Dia menolak karena Adam hanyalah makhluq yang diciptakan dari tanah, sedang dia diciptakan dari api. “Abaa wastakbaro wakaana minal kaafiriin = Dia menolak dan menyombongkan diri, maka dia termasuk kedalam kelompok mereka- mereka yang kafir”(Al- Baqoroh 34).
    Maka sejak pembangkangan dan kesombongannya itu runtuhlah kemuliaan dan ketinggian namanya (Ibrani: Aza = Izzah = mulia, El = Eli= Allah ==>Azazil = makhluk yang dimuliakan Allah). Rupanya pun berubah buruk menakutkan dan sebutan panggilannya diganti oleh Allah menjadi IBLIS laknatullah, dari kalimat BALASA yang artinya adalah “terputus dari rahmat Allah”.
    Maka siapapun, bahkan termasuk makhluq yang pada awalnya mulia seperti Ijajil yang amaliyahnya setara atau bahkan mengungguli amaliyah para malaikat, apabila dia melakukan dua hal tersebut diatas, yakni: 1- Abaa (membangkang), dan 2- Istakbaro (pembangkangannya dilakukan karena kesombongan hatinya), maka akan jatuhlah ia pada kekafiran, naudzu billaahi mindzaalik.
    Iblis, bapak segala setan, hidup sampai akhir zaman
    Karena pembangkangannya, maka Allahpun melaknatinya dan mengancam siapapun yang ikut membangkang bersama dia dengan firman Nya: “Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka jahannam dengan jenis kamu dan segala orang- orang yang mengikuti kamu diantara mereka semuanya” (Shood 85).
    Karena ia menganggap kemuliaannya runtuh gara- gara Adam, iapun mendendam dan bersumpah akan menggoda dan merayu Adam dan seluruh keturunannya, kecuali mereka- mereka yang hatinya bersih dan ikhlas. (Shod 83).
    ” Maka segala godaan dan rayuan tak akan mempan menghadapi orang- orang yang hati dan jiwanya bersih. Untuk melampiaskan dendamnya, ia memohon kepada Allah agar kematiannya ditunda sampai hari kiamat, iapun memohon:
    “Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan”.
    (Al- Hijr 36/ Shod 79).
    Allah mengabulkan permintaan Iblis tersebut dengan firman Nya:
    “Sesungguhnya kamu termasuk golongan yang ditangguhkan (ajalnya). Sampai waktu yang telah dimaklumi (yakni hari kiamat)”. QS. Shod 80 – 81.
    Demikianlah, Iblis dan segala zuriyatnya tak akan mati dan terus beranak pinak sampai hari kiamat tiba, dan terus menerus tanpa kenal lelah akan menggoda dan merayu zurriyyat Adam.
    Semoga Allah menjadikan hati kita bersih dan ikhlas dalam beramal sehingga kita dapat selamat dari rayuan gombal keturunan IJAJIL. Amiin.
    _______________________________________
    Oleh: KH.Khaeruddin Khasbullah

    Raja Para Wali

    Abdul Qadir kecil dilahirkan di kota Gilan atau Jilan, di selatan Laut Kaspia Persia (Iran), tepatnya pada malam 1 Ramadhan 470 H /1077 M. Beliau memiliki nama lengkap Sayyid Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir ibnu Abi Shalih Zango Dost Al-Jilani. Kata “Jilani” di belakang nama Syeikh Abdul Qadir tampaknya merujuk pada kampung kelahirannya.

    Ayahnya bernama Abu Shaleh. Beliau adalah seorang yang taat beragama dan memiliki hubungan keturunan dengan sayyidina Hasan (putra sulung Sayyidina Ali karramallâhu wajhah). Silsilah lengkapnya adalah: Muhyid-Din Abu Muhammad Abdul Qadir ibnu Abi Shaleh bin Musa bin Abdillah bin Yahya bin az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdillah bin Musa al-Jun bin Musa al-Mahd bin Hasan al-Musanna bin Hasan bin Ali bin Abi Talib. Sementara ibunya bernama Fatimah binti Abdillah ash-Shauma’i, wanita yang terkenal memiliki Maqam Wilayah (seorang waliyullah). Sayyidah Fatimah ash-Shauma’i masih merupakan keturunan sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian, Syaikh Abdul Qadir al-Jilani adalah keturunan Sayyidina Hasan dan Husain.

    Syaikh Abdul Qadir al-Jilani rahimahumullâh hidup pada abad 11 M, bertepatan dengan 470–561 H. Pada tahun itu, akidah mendapat serangan yang sangat mematikan dari dua kubu, yaitu spiritualisme ekstrem al-Hallaj dan rasionalisme Mu’tazilah. Kekacauan dan pergolakan umat ketika itu membahayakan akidah para pemimpin dan para jendral perang, dan menjerumuskan mereka kedalam kekeruhan politik dan dekadensi moral. Perubahan arah politik ketika itu sudah tidak karuan. Salah satu penyebabnya adalah runtuhnya Bani Buwaihi dari kelompok Syiah dan datangnya dinasti Saljuk untuk menguasai Baghdad. Zaman emas dinasti Abbasiyah telah berlalu. Kekhalifahan Islam jatuh ke tangan khalifah yang lemah. Kendali Khalifah jatuh ke tangan para tentara dan panglima perang yang tamak. Kendatipun keadaan politik sangat tidak bersahabat, keadaan itu tidak menjadi alasan bagi Abdul Qadir muda untuk ikut terhanyut arus. Malah sebaliknya, beliau lebih menjadikan ini sebagai ujian dan sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhânahu wata‘âlâ. Beliau selalu mengingatkan manusia akan kerendahan dunia dan tak henti-hentinya memberikan wejangan kepada mereka, mendirikan majlis taklim, dan mengajak manusia untuk selalu berjalan mengikuti tuntunan agama. Beliau ibarat purnama dalam kegelapan.

    Sejak kecil, Abdul Qadir dikenal sebagai anak pendiam. Ia mempunyai perangai baik dan sopan santun yang tinggi. Di usia yang masih dini itu, ia kerap kali termenung meghayati arti kehidupan dan pendalaman akidah.

    Memasuki usia 18 tahun, kedahagaanya akan ilmu agama mulai tampak. Ia mulai senang berkumpul dengan orang-orang saleh dan mengaji kepada para ulama. Keinginannya yang kuat tidaklah ia biarkan dan menjadi mimpi belaka. Di usia itu ia rela meninggalkan orang-orang yang ia cinta dan membuang kegemaran bermain-main seperti yang di lakukan para remaja saat itu. Tahun 488 H/1095 M, ia berkelana menuju Baghdad yang ketika itu menjadi pusat ilmu pengetahuan.

    Ada cerita unik terkait dengan keberangkatannya menuju kota Baghdad. Hikayah ini diceritakan oleh Imam asy-Syathnufi: “Ketika saya meminta izin kepada ibu untuk pergi ke Baghdad guna menuntut ilmu, beliau memberikan bekal kepadaku 40 Dinar dan menjahitnya di bawah ketiak bajuku. Beliau berwasiat kepadaku agar selalu bersifat jujur. Di tengah perjalanan kami, tiba-tiba ada 60 orang penunggang kuda, mereka merampas harta para kafilah. Tidak seorangpun yang mengetahuiku, lalu salah seorang dari mereka mendekatiku dan bertanya kepadaku, “Berapa uang yang kamu bawa wahai orang miskin?” Saya menjawab, “40 dinar.” Kemudian ia bertanya lagi, “Di mana ia kau simpan?” Saya jawab, “Di jahit dalam baju di bawah ketiakku.” Ia mengira aku meledeknya, sehingga ia meninggalkanku dan pergi. Lalu ada perampok lain yang menghampiriku dan bertanya kepadaku seperti pertanyaan orang pertama. Aku pun menjawabnya seperti jawabanku yang pertama. Kemudian dia pun pergi meninggalkanku. Pada akhirnya keduanya bertemu dan melaporkan apa yang telah mereka dengar dariku kepada pemimpin mereka. Pemimpin penyamun itu berkata, “Antarkan aku sekarang kepadanya!” Setelah ia menemuiku, dia bertanya, “Apa yang kamu bawa?” Saya menjawab, “Uang 40 Dinar”. Dia bertanya lagi, “Di mana ia?” Aku menjawab, “Di jahit dalam baju di bawah ketiakku.” Syahdan, ia menyuruhku untuk merobek dan membukanya. Ia pun menemukan uang itu. Setelah itu ia bertanya kepadaku, “Mengapa kamu mengaku?” Saya menjawab, “Aku berjanji kepada ibuku untuk selalu jujur, dan aku tidak ingin mengkhianatinya.”

    Mendengar alasanku, orang itu menangis seraya berkata, “Kamu tidak ingin mengingkari janjimu kepada ibumu, sedangkan kami telah menghianati janji kami kepada tuhan selama bertahun-tahun.” Pemimpin para penyamun itupun bertaubat di hadapanku, dan kawan-kawannya berkata, “Kamu adalah pemimpin kami dalam perampokan, maka sekarang kamu adalah pemimpin kami dalam bertaubat. Akhirnya mereka semua bertaubat dihadapanku dan mengembalikan barang rampasannya kepada para kafilah.

    Kebesaran nama Syaikh Abdul Qadir, baik sebagai ulama yang alim dalam bidang usul fikih atau sebagai teolog ulung, tidaklah ia peroleh dengan mudah. Perjuangan beliau dalam menimba ilmu agama sangatlahlah keras. Ia menghabiskan waktu 32 tahun untuk menimba ilmu agama. Dalam perjalanannya ia sering kehabisan bekal, sehingga tidak jarang ia memakan sisa-sisa semangka dan daun-daun kering di pinggiran sungai dan parit. Usaha yang sangat berat tidaklah berakhir secara sia-sia. Terbukti pada akhirnya beliau dapat menguasai 13 macam ilmu.

    Dalam ilmu fikih, ia belajar kepada Abi Sa’ad al Makhzumi–salah seorang ulama bermadzhab Hanafi yang terkenal sangat alim. Ia pun mewarisi kealiman gurunya itu. Salah satu bukti kealiman beliau adalah ketika fatwa beliau diperlihatkan kepada ulama-ulama di Irak. Mereka merasa kagum kepada beliau seraya berkata, “Maha suci Allah yang telah menganugrahkan kepadanya nikmat yang besar.”

    Setelah beliau matang dalam ilmu fikih, beliau mulai terasa tertarik untuk mempelajari ilmu batin, yaitu ilmu untuk menata hati. Dalam hal ini, beliau berguru kepada Abi Zakariyya At-Tibrizi. Diceritakan bahwa beliau menjadi murid kesayangan gurunya yang satu ini.

    Selain itu, beliau juga mempelajari ilmu tarekat kepada syaikh Muhammad bin Muslim ad-Dabbas. Dalam tempaan gurunya ini, beliau sering melakukan riyadhah dan mulai senang menyendiri untuk menyucikan hati. Diriwayatkan bahwa dalam pengembaraanya ini, Ia selalu di datangi oleh Nabi Khaidir dan para lelaki suci dari alam lain (malaikat).

    Setelah 25 tahun, Syek Abdul Qadir Jilani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Irak. Ia benar-benar menjadi orang yang paling disegani dan terkenal sebagai tokoh sufi besar, karena keberhasilannya memadukan ilmu syariat dan tarekat.

    Syaikh Abdul Qadir adalah seorang tokoh sufi yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk kepentingan umat. Sebagaian besar jalan yang beliau tempuh adalah dengan cara berdakwah dan mengisi majelis-majelis taklim, sehingga perhatian beliau kepada tulis-menulis sangatlah terbatas. Tapi di tengah-tengah kesibukan itu beliau masih sempat merampungkan beberapa karya, antara lain al-Ghunyah li Thalibi Tharîqil-Haq, Futûhul-Ghaib, al-Fathur-Rabbâni.

    Abu Husain al-Yunani berkata, “Saya mendengar Syaikh Izzuddin bin Abdissalam berkata, ‘tidak pernah kita mendengar karamah seseorang secara mutawatir kecuali karamah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani’.” Diriwayatkan dari Siti Fatimah binti Abdillah (ibunda Syaikh Abdul Qadir), bahwa ketika itu di desa Jilan Siti Fatimah terkenal mempunyai seorang bayi yang tidak mau menyusu ketika bulan Ramadhan tiba. Bayi mungil itu adalah Abdul Qadir kecil. Pada suatu hari akhir bulan Sya’ban, langit desa Jilan diselimuti kabut, sehingga para penduduk tidak bisa melihat hilal. Merekapun ragu apakah hari itu sudah termasuk Ramadhan atau belum. Selanjutnya mereka beramai-ramai mendatangi kediaman Siti Fatimah as-Sauma’i, dan menanyakan apakah hari ini Abdul Qadir menyusu atau tidak? Setelah mendapat jawaban dari Siti Fatimah as-Sauma’i bahwa hari itu Abdul Qadir tidak mau menyusu, akhirnya mereka yakin bahwa hari itu sudah memasuki bulan Ramadhan.

    Hampir selama 40 tahun lamanya Syeikh Abdul Qadir membimbing masyarakat lewat pengajian dan madrasah yang didirikannya. Perjalanan panjang beliau berakhir ketika dipanggil menghadap Sang Ilahi Rabbi pada usia 91 tahun, tepatnya pada malam sabtu tanggal 8 Rabiul Akhir 561 H (1166 M). Jasad beliau di makamkan di kota Baghdad. Kepergianya dari alam dunia barangkali mentiadakan jasadnya dari pandangan kita, tapi nama dan pengaruhnya akan selalu hidup menyinari hati kita.



    Dari Berbagai Sumber termasuk Al Kisah (Musholla Rapi online

    Monday, 17 September 2012

    NAMA-NAMA BULAN ISLAM



    Allah SWT berfirman dalam Surat At-Taubah  Ayat 36 :
    اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَاللهِ اثْنَاعَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّماوَاتِ وَالاَرْضَ مِنْهَا اَرْبَعَةَ حُرُمٌ.التوبة                      
    Artinya : Sesungguhnya jumlah bilangan bulan di sisi Allah SWT ada dua belas bulan di dalam ketetapan Allah ketika Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram.(QS.At-Taubah ayat 36).

    Nama-nama bulan dalam Islam :
    1. Bulan Muharam
    2. Bulan Shofar
    3. Bulan Rabiul awwal (Bulan Maulid/ Mulud)
    4. Bulan Rabiul Akhir (Bulan Silih Mulud)
    5. Bulan Jumadil awwal
    6. Bulan Jumadil akhir
    7. Bulan Rajab
    8. Bulan Sya’ban (Bulan Rowah)
    9. Bulan Ramadhan (Bulan Puasa)
    10. Bulan Syawal
    11. Bulan Dzulqo’dah (Bulan Hafid)
    12. Bulan Dzulhijjah ( Bulan Rahayung)

    Ketika di Akhir tahun yaitu di akhir bulan Dzulhijjah (Bulan Haji /Bulan Rahayung) kita di anjurkan membaca Al-Fatihah 1x (satu kali)

    اِلَى حَضْرَةِ النَّبِّيِ اْلمُصْطَفَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَاَصْحَا بِهِ شَيْءُ للهِ لَهُمُ اْلفَا تِحَةْ ................
    Lalu membaca doa akhir tahun :

    بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِ نَا مُحَمْدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ . اَللّهُمَّ مَا عَلِمْتُ فِي هذِهَ السَّنَةِ مِمَّا نَهَيْتَنِيْ عَنْهُ وَلَمْ اَتُبْ مِنْهُ وَلَمْ تَرْضَهُ وَنَسِيْتُه وَلَمْ تَنْسَهُ وَحَلُمْتَ عَنِّيْ مَعَ قَدْرَتِكَ عَلَى عُقُوْبَتِيْ وَدَعَوْتَنِيْ عَلَيْهِ الثَّوَا بَ وَاْلغُفْرَانَ فَتَقَبَّلْهُ مِنِّيْ وَلاَتَقْطَعْ رَجَائِيْ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ ، يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
    Artinya :
    “ Dengan Nama Allah, yang maha pengasih lagi maha penyayang. Dan semoga Allah menambahkan rahmat dan keselamatan atas junjungan kita nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahatnya.
    Ya Allah! Apabila hamba mengerjakan perbuatan yang telah Engkau larang (perbutan buruk) pada tahun yang lalu dan hamba belum bertaubat, sedangkan Engkau tidak meridhoinya  dan hamba lupa, sedangkan Engkau tidak segera menyiksa diriku padahal Engkau berkuasa untuk menjatuhkan siksa atas diriku dan Engkau memerintah kepadaku untuk bertaubat, tetapi hamba membangkang.
    Ya Allah! Sekarang hamba bertaubat atas dosa-dosa hamba dan terimalah seluruh amal baik hamba dan janganlah Engkau putus harapan hamba atas Engkau! Wahai Dzat yang Maha Pemurah, Wahai Dzat yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Dan semoga Engkau  memberikan rahmat dan keselamatan atas junjungan kami nabi Muhamad SAW, keluarga dan sahabat-sahabatnya.

    Setelah membaca doa’ di atas sebanyak 3x kemudian di akhiri lagi dengan membaca al-Fatihah 1x (satukali).

    HASIAT DOA INI DAN FAEDAHNYA:
    Barang siapa yang membaca doa di atas , Maka Syetan berkata : “Celakalah! Pekerjaan kita selama satun tahun di hancurkan oleh pekerjaan manusia dalam waktu kurang lebih 1 jam.

    Friday, 14 September 2012

    ANJURAN MELAKSANAKAN PUASA SUNAH DI SETIAP BULAN HIJRIYYAH / QOMARIYAH.



    Banyak sekali hadist-hadist Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan kepada kita  Melakukan amaliyah-amaliyah ibadah  tambahan (sunah) baik yang sifatnya harian,bulanan dan tahunan tujuannya tak lain agar kebaikan, dan keimanan kita kepada Allah SWT semakin kuat. Oleh karena itu tidak boleh kita meniggalkan dan menyiakan-nyiakan waktu luang kita, sunyi dari berdzikir kepada Allah SWT, membaca sholawat kepada Nabi Muhammad dan mengerjakan puasa sunah di antaranya melaksanakan puasa sunah di setiap bulan hijriyyah (Qomariyyah) sebagaimana yang telah di sabdakan Nabi Muhammad SAW :

    عَنْ أَبِِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: اَوْصَانِيْ خَلِيْلِيْ (ص) بِثَلاَثَةِ صِيَامِ ثَلاَثَةِ اَيَّامٍ مَنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَىِ الضُّحَى، وَاَنْ اُتِرَ قَبْلَ اَنْ نَامَ. (متفق عليه)                                                                             
    Artinya :
    Abu Huroirah r.a berkata : “Kekasihku Muhammad SAW berpesan kepadaku supaya berpuasa  tiga hari disetiap bulan, melaksanakan sholat Dhuha dua rakaat dan sholat witir sebelum tidur”. ( Hr. Buchori, Muslim )

    Dalam hadist lain Nabi  Muhammad SAW juga bersabda, menganjurkan kepada kita agar dapat melaksanakan  puasa sunah tiga hari di setiap bulan pada tanggal 13-14-15.
    عَنْ اَبِى ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): اِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشَرَةَ وَاَرْبَعَ عَشَرَةَ وَخَمْسَ عَشَرَةَ.التُّرْمُذِيّ  
    Artinya :
    Abu Dzarr r.a : Nabi Muhammad SAW bersabda : “ Jika kamu berpuasa tiga hari dalam sebulan, maka berpuasalah pada tanggal 13-14-15 tiap bulan. (HR.At-turmudziy)

    Namun demikian bukan berati selain di tanggal 13-14-15 kita tidak di perbolehkan berpuasa sunah, boleh saja melasanakan puasa ditanggal manapun, boleh pula kita ganti dengan melaksanakan puasa senin-kamis pada setiap bulan, jika tidak mampu melasanakan pada tanggal yang telah di tentukan, minim sekali dalam satu bulan sebagaimana yang telah di sabdakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadist lain.
    عَنْ مُجِيْبَةَ اْلبَاهِلِيَّة قَالَ:  قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): صُمْ    شَهْرَالصَّبْرِوَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ.رواه ابوداود                          

    Berkata  Mujibah Al-Baahiliyah Ra : bersabda Nabi Muhammad SAW : berpuasalah kamu di bulan penuh kesabaran (bulan Ramadhan) dan satu hari pada setiap bulan. ( Hr.Abu Daud).

    Assalamu 'alaikum Wr. Wb

    Salam hangat dari Kami segenap pengurus Majlis Ta'lim Nurul Islam, Kami mengajak segenap kaum muslimin dan muslimat marilah kita hadiri dan syiarkan Pengajian Malam Jum'at bersama majlis sholawat dan Dzikir NURUL ISLAM, Malam jum'at yang konon di katakan malam yang menyeramkan pada dasarnya bukan seperti yang selama ini kita bayangkan, karena pada dasarnya malam jumat adalah hari raya para malaikat Allah SWT, oleh karena itu mari kita hadiri Majlis ini agar senantiasa hidup kita di cucuri rahmat dari pada Allah SWT dan umat yang selalu di rindukan baginda RASULULLOH SAW. amin