• Home
  • My Profil
  • Kontak
  • Jual Beli Aman
  • Pesan Hotel
  • Aksesories dan Perhiasan
  • Hosting Murah
  • handphone-tablet Hadiri Dan Syiarkan Gema MAULID DAN RATIB Setiap kamis Malam Jum'at Bersama Majlis Ta'lim Nurul Islam, mari kita memperbanyak baca sholawat di malam jum'at agar sukses di dunia dan akhirat.. di informasikan bahwa MT. nurul islam sedang menggalang dana untuk membuat yayasan dan pebelihan lahan untuk kantor sekertariat MT. Ta'lim nurul islam, bantuan dapat di salurkan ke no.rek BCA 6870698672 an.Nadih

    Tuesday, 16 October 2012

    Friday, 5 October 2012

    Anjuran memperbayak Baca sholawat kepada Nabi Muhammad Pada Malam Jum'at dan Hari Jum'at.

    Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad bersabda: “Perbanyaklah membaca shalawat bagiku pada hari jum’at dan malam jum’at, sebab barangsiapa yang membaca shalawat kepadaku satu shalawat saja maka Allah akan membaca shalawat kepadanya sepuluh kali shalawat”. (HR. Al-Baihaqi 3/249 no. 5790)

    Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti (HR. Baihaqi)         Shollu 'ala MUHAMMAD !

    KISAH PARA WALI DAN PEJUANG ISLAM "Kisah Sebagian Karomah Abah Guru Sekumpul"

    Pesan Abah Guru Sekumpul "Karaomah yang paling besar adalah Istiqomah dalam ta'at kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW"  

    KISAH SEBAGIAN KAROMAH ABAH GURU SEKUMPUL (MARTAPURA)

    Paman Saya (Haji Lukman Adi), sejak tahun 1983 bermukim di Surabaya. Pada suatu Haul Habib Hamid Basyaiban Pasuruan, beliau ikut serta. Sebelum acara, Beliau sowan ke seorang Habib di sana, yg bernama Ma'shum (Beliau tak tahu, famnya).. Habib Ma'shum : Sampeyan aslinya mana? Paman : Banjar. Habib Ma'shum : Martapura? Paman : jauh lagi, Barabai (Hulu Sungai Tengah). Habib Ma'shum : Kenal Guru Zaini ? Paman : Kenal, namun tak pernah berguru langsung. Habib Ma'shum : dia itu Wali Allah. Paman : Darimana jenengan tahu ? Habib Ma'shum : tadinya saya tak percaya dengan kewaliyan beliau. Saya berkata, Jika Guru Zaini itu betul2 wali Allah, maka hutangku 21 juta rupiah lunas. Lalu saya sowan ke Sekumpul, disambut oleh beliau… Setelah bercakap2 beberapa saat, tiba2 datang seseorang menyerahkan cek kepada Beliau. Beliau berikan cek itu kepada saya, saya lihat jumlahnya persis 21 juta. Beliau berikan cek itu untuk saya, untuk melunasi hutang saya. Padahal saya tak mengatakan pada beliau tentang hutang saya itu. Sejak itu, SAYA BETUL-BETUL TAK BERANI LAGI KURANG AJAR SAMA BELIAU... dalam riwayat ini, ada dua karaamah yg nampak 1. Tahunya Guru bahwa sang tamu, punya hutang dan punya hajat untuk membuktikan kewaliyan beliau. 2. Ini yang paling penting, kedermawanan Beliau. betapa Beliau memberikan uang 21 juta rupiah tanpa ada keinginan menyimpan sedikit. Betapa dunia, benar2 tak dianggap apa-apanya oleh Beliau.. Semoga percikan madad dari Beliau selalu tercurah untuk kita... Aamiin

    Berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, Orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (QS. Al A’laa [87] : 9-11)
     Jika riwayat hidup kaum arifin dibacakan kepada orang yang beriman, maka imannya kepada Allah akan semakin kokoh. Sebab kehidupan mereka merupakan cerminan dari kitabullah yang di dalamnya terkandung ilmu orang-orang terdahulu dan yang akan datang kemudian… Habib ‘Ali Al Habsyi …

    KISAH SEJATI PARA WALI DAN PEJUANG ISLAM " Habib Husein bin Abu Bakar Al Habsyi "

     Habib Husein bin Abu Bakar Al Habsyi
    Lahir di Surabaya 21 April 1921 M
    Wafat pada hari Jumat 3 Syaban / 14 Januari 1994 M


    Habib yang Pejuang Nama Habib Husein bin Abu Bakar Al Habsyi cukup dikenal bukan hanya di Jawa Timur, tapi juga di Nusantara. Putra kelahiran Surabaya 21 April 1921 ini, dikenal sebagai tokoh yang sangat vokal dalam membela Islam. Lebih-lebih pada masa Orde Baru, ustadz yang pernah menduduki kepengurusan teras Masyumi bersama Dr Mohamad Natsir ini, tidak jarang harus berhadapan dengan penguasa di zaman itu. Untuk pendiriannya yang tegas dalam membela kepentingan umat Islam ini, ustadz yang selalu berpenampilan bersih harus beberapa kali masuk penjara. Tapi, itu semua dihadapinya dengan kesabaran, tabah, dan ruh tawakal yang luar biasa. Pengetahuannya tentang Islam telah dimulai sejak kecil melalui pendidikan dasar di madrasah Al-Khoriyah di Surabaya. Pada usia 10 tahun ia sudah aktif mengikuti pengajian rutin yang membahas masalah-masalah fikih, tauhid, dan berbagai kitab lainnya. Berkat ketekunannya itu, sejak usia 12 tahun, Ustadz Husein sudah mampu menguasai dan membaca kitab-kitab dalam bahasa Arab. Setelah lulus, ia kemudian mengajar di madrasah Al-Khoriyah tempat ia digembleng, bersama kakaknya Ustadz Ali. Kedua bersaudara ini kemudian khijrah ke Penang, Malaysia. Haus untuk mendapatkan ilmua, ustadz Husein pernah berguru pada Habib Abdul Kadir Bafagih (ulama besar dan ahli hadis), Syekh Mohammad Roba Hassuna (seorang ulama dari Palestina yang juga mengajar di madrasah Al-Khairiyah, Habib Alwi bin Tahir Alhadad (ulama dan mufti Johor Malaysia), Sayid Muhammad Muntasir Al-Kattani (dari Maroko). Sepulang dari Malaysia, Ustadz Husein mulai aktivitas dakwah dan banyak berkecimpung dalam dunia politik. Dalam menapaki jenjang karirnya di dunia politik ini, ia sempat menduduki kepengurusan teras Masyumi. Di sela kegiatannya yang padat, Ustad Husein masih sempat mengadakan safari dakwah, menyisir daerah-daerah terpencil kaum Muslimin seperti Sorong, pedalaman Maluku, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Karena ketegasannya dalam memperjuangkan cita-cita umat Islam, tidak jarang ia harus berhadapan dengan pihak penguasa dan beberapa kali dijebloskan ke penjara. Pada tahun 1960-an, Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno. Setelah tidak lagi aktif dalam partai politik, Ustadz Husein berpendapat bahwa perjuangan Islam lebih afdol melalui pendidikan agama, bukan politik praktis. Dalam pikirannya terbersit keinginan untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam. Menurut Habib Muhammad Alhabsyi, muridnya, sikap Ustadz Husein yang anti ‘Barat’ dan ’sekularisme’ mendorongnya untuk menerapkan sitstem pendidikan dan peraturan yang sangat ketat bagi para santri. Pada tahun 1971 Ustadz Husein mendidikan Pondok Pesantren (Ponpes) di Bondowoso, Jawa Timur. Dari Bondowoso kemudian hijrah dan mendirikan YAPI Bangil. Karena perkembangannya yang pesat, ia kemudian membangun Pesentren Putra di Kenep-Beji, Pesantren Putri dan TK di Bangil. Enam tahun kemudian, berdirilah Pesantren Al-Ma’hadul Islami di desa Gunung Sari (Kenep), sekitar 40 km dari kota Surabaya — antara Bangil – Pandaan — di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Pesantren ini dikelola Yayasan Pesantren Islam (YAPI), didirikan 21 Juni 1976 oleh Ustadz Husein Bin Abu Bakar. Di dekatnya, terdapat sebuah pesantren khusus untuk putri yang juga dikelola YAPI. Selama 18 tahun kedua pesantren ini telah mencetak lebih seribu santri putra dan putri. Menurut Muhammad Alhabsyi yang kini mengelola pesantren itu, hampir seluruh waktu, tenaga, dan pikiran gurunya ini tercurah untuk kemajuan para santri. Selain mengawasi segala kegiatan di pesantren, ia juga terjun langsung mengajar para santri dalam berbagai disiplin ilmu, antara lain bahasa Arab, fikih, dan tafsir. Ia mengembangkan metode yang berbeda dalam mengajarkan santrinya. Para santri diajak berdialog sebelum ilmu diajarkan. Ustadz Husein baik dalam pengajaran maupun dalam ceramah-ceramahnya selalu menekankan pentingnya persatuan dan persaudaraan umat. Ia juga menekankan toleransi antar mazhab, memberikan kebebasan berfikir, sehingga mereka tidak mudah dikotak-kotakkan oleh faham/aliran yang sempit. Dengan aplikasi gagasan-gagasannya itu, ujar Muhammad mengenai gurunya ini, ia telah mampu menciptakan era baru dalam pemikiran kaum muslimin yang lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan Islam di atas kepentingan-kepentingan mazhab dan golongan. Hal ini terbukti sebagaimana buah hasil didikannya pada santri-santrtinya yang kini tersebar di berbagai belahan Nusantara. Para santrinya kini tampil sebagai tokoh masyarakat di daerahnya masing-masing. Selain itu, diantara alumni pesantren YAPI ini dengan mudah dapat melanjutkan pendidikan ke Mesir, Pakistan, Qatar, Arab Saudi, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Setelah puluhan tahun tanpa mengenal lelah mengabdikan diri pada Islam dalam dunia pendidikan dan dakwah, pada hari Jumat 3 Syaban bertepatan 14 Januari 1994, ustadz Husein menghadap Ilahi dalam usia 73 tahun di kediamannya di Bangil. Ribuan para pentakziah larut dalam duka dengan khusuk kturut mengiringi jenazahnya dari rumah duka ke Masjid Jamik Bangil untuk dishalatkan. Ia dimakamkan di belakang Masjid Tsaqalain yang terletak di kompleks Pesantren Putra Al-Ma’hadul Islami YAPI, Desa Gnung Sari (Kenep), Pasuruan.

     Sumber : Jumat, 28 Mei 2004 © 2006 Hak Cipta oleh Republika Online

    Berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, Orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (QS. Al A’laa [87] : 9-11) 

    Jika riwayat hidup kaum arifin dibacakan kepada orang yang beriman, maka imannya kepada Allah akan semakin kokoh. Sebab kehidupan mereka merupakan cerminan dari kitabullah yang di dalamnya terkandung ilmu orang-orang terdahulu dan yang akan datang kemudian… Habib ‘Ali Al Habsyi …

    Mengenal Ahlussunnah Wal Jama'ah Ahlussunnah Wal Jama’ah Pengantar Menuju Garakan Sosial Oleh: Suud Fuadi

    Telaah terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah ( Aswaja ) sebagai bagaian dari kajian keislaman – merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proporsional, bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi oleh suatu problem teologis pada masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu. Ahlussunnah Wal Jama’ah Menurut Syekh Abu al-Fadl ibn Syekh ‘Abdus Syakur al-Senori dalam kitab karyanya “al-Kawâkib al-Lammâ‘ah fî Tahqîq al-Musammâ bi Ahli al-Sunnah wa al-Jamâ‘ah” (kitab ini telah disahkan oleh Muktamar NU ke XXlll di Solo Jawa Tengah) menyebutkan definisi Ahlussunnah wal jama’ah sebagai: kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi saw. dan thariqah para sahabatnya dalam hal akidah, amaliyah fisik (fiqh), dan akhlaq batin (tasawwuf). Syaikh ‘Abdul Qodir al-Jilani mendefinisikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan as-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. (meliputi ucapan, prilaku, serta ketetapan beliau). Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian jama’ah adalah segala sesuatu yang yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi saw. pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin yang empat yang telah diberi hidayah Allah.” Secara historis, para imam Aswaja di bidang akidah telah ada sejak zaman para sahabat Nabi saw. sebelum munculnya paham Mu’tazilah. Imam Aswaja pada saat itu diantaranya adalah ‘Ali bin Abi Thalib ra., karena jasanya menentang pendapat Khawarij tentang al-Wa‘d wa al-Wa‘îd dan pendapat Qadariyah tentang kehendak Allah dan daya manusia. Di masa tabi’in ada beberapa imam, mereka bahkan menulis beberapa kitab untuk mejelaskan tentang paham Aswaja, seperti ‘Umar bin ‘Abd al-Aziz dengan karyanya “Risâlah Bâlighah fî Raddi ‘alâ al-Qadariyah”. Para mujtahid fiqh juga turut menyumbang beberapa karya teologi untuk menentang paham-paham di luar Aswaja, seperti Imam Abu Hanifah dengan kitabnya “Al-Fiqh al-Akbar”, Imam Syafii dengan kitabnya “Fi Tashîh al-Nubuwwah wa al-Radd ‘alâ al-Barâhimah”. Generasi Imam dalam teologi Aswaja sesudah itu kemudian diwakili oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari (260 H – 324 H), lantaran keberhasilannya menjatuhkan paham Mu’tazilah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa akidah Aswaja secara substantif telah ada sejak masa para sahabat Nabi saw. Artinya paham Aswaja tidak mutlak seperti yang dirumuskan oleh Imam al-Asy’ari, tetapi beliau adalah salah satu di antara imam yang telah berhasil menyusun dan merumuskan ulang doktrin paham akidah Aswaja secara sistematis sehingga menjadi pedoman akidah Aswaja. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi bagian dari disiplin ilmu keislaman. Dalam hal akidah pengertiannya adalah Asy’ariyah atau Maturidiyah. Imam Ibnu Hajar al-Haytami berkata: Jika Ahlussunnah wal jama’ah disebutkan, maka yang dimaksud adalah pengikut rumusan yang digagas oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Dalam fiqh adalah mazhab empat, Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dalam tasawuf adalah Imam al-Ghazali, Abu Yazid al-Bisthomi, Imam al-Junaydi, dan ulama-ulama lain yang sepaham. Semuanya menjadi diskursus Islam paham Ahlussunnah wal jama’ah. Secara teks, ada beberapa dalil Hadits yang dapat dijadikan dalil tentang paham Aswaja, sebagai paham yang menyelamatkan umat dari kesesatan, dan juga dapat dijadikan pedoman secara substantif. Diantara teks-teks Hadits Aswaja adalah: Dari Abi Hurayrah ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Terpecah umat Yahudi menjadi 71 golongan. Dan terpecah umat Nasrani menjadi 72 golongan. Dan akan terpecah umatku menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu.” Berkata para sahabat, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. Menjawab, “Mereka adalah yang mengikuti aku dan para sahabatku.” (HR. Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah). Jadi inti paham Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) seperti yang tertera dalam teks Hadits adalah paham keagamaan yang sesuai dengan sunnah Nabi saw. dan petunjuk para sahabatnya. Ruang Lingkup Aswaja Karena secara substansi paham Aswaja adalah Islam itu sendiri, maka ruang lingkup Aswaja berarti ruang lingkup Islam itu sendiri, yakni aspek akidah, fiqh, dan akhlaq. Seperti disebutkan oleh para ulama Aswaja, bahwa aspek yang paling krusial di antara tiga aspek di atas adalah aspek akidah. Aspek ini krusial, karena pada saat Mu’tazilah dijadikan paham keagamaan Islam resmi pemerintah oleh penguasa Abbasiyah, terjadilah kasus mihnah (diterangkan dalam Tarîkh al-Tabariy) yang cukup menimbulkan keresahan ummat Islam. Ketika Imam al-Asy’ari tampil berkhotbah menyampaikan pemikiran-pemikiran teologi Islamnya sebagai koreksi atas pemikiran teologi Mu’tazilah dalam beberapa hal yang dianggap bid’ah atau menyimpang, maka dengan serta merta masyarakat Islam menyambutnya dengan positif, dan akhirnya banyak umat Islam menjadi pengikutnya yang kemudian disebut dengan kelompok Asy’ariyah dan terinstitusikan dalam bentuk Madzhab Asy’ari. Ditempat lain yakni di Samarqand Uzbekistan, juga muncul seorang Imam Abu Manshur al-Maturidi (w. 333 H) yang secara garis besar rumusan pemikiran teologi Islamnya paralel dengan pemikiran teologi Asy’ariyah, sehingga dua imam inilah yang kemudian diakui sebagai imam penyelamat akidah keimanan, karena karya pemikiran dua imam ini tersiar ke seluruh belahan dunia dan diakui sejalan dengan sunnah Nabi saw. serta petunjuk para sahabatnya, meskipun sebenarnya masih ada satu orang ulama lagi yang sepaham, yaitu Imam al-Thahawi (238 H – 321 H) di Mesir. Akan tetapi karya beliau tidak sepopuler dua imam yang pertama. Akhirnya para ulama menjadikan rumusan akidah Imam Asy’ari dan Maturidi sebagai pedoman akidah yang sah dalam Aswaja. Secara materiil banyak produk pemikiran Mu’tazilah yang, karena metodenya lebih mengutamakan akal daripada nash (Taqdîm al-‘Aql ‘alâ al-Nash), dinilai tidak sejalan dengan sunnah, sehingga sarat dengan bid’ah, maka secara spontanitas para pengikut imam tersebut bersepakat menyebut sebagai kelompok Aswaja, meskipun istilah ini bahkan dengan pahamnya telah ada dan berkembang pada masa-masa sebelumnya, tetapi belum terinstitusikan dalam bentuk mazhab. Karena itu, secara historis term aswaja baru dianggap secara resmi muncul dari periode ini. Setidaknya dari segi paham telah berkembang sejak masa ‘Ali bin Abi Thalib ra., tetapi dari segi fisik dalam bentuk mazhab baru terbentuk pada masa al-Asy’ari, al-Maturidi, dan al-Thahawi. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi bagian dari disiplin ilmu keislaman. Dalam hal akidah pengertiannya adalah Asy’ariyah atau Maturidiyah, dalam fiqh adalah mazhab empat, dan dalam tasawuf adalah al-Ghazali dan ulama-ulama yang sepaham. Semuanya menjadi diskursus Islam paham Sunni. Ruang lingkup yang kedua adalah syari’ah atau fiqh, artinya paham keagamaan yang berhubungan dengan ibadah dan mu’amalah. Sama pentingnya dengan ruang lingkup yang pertama, yang menjadi dasar keyakinan dalam Islam, ruang lingkup kedua ini menjadi simbol penting dasar keyakinan. Karena Islam agama yang tidak hanya mengajarkan tentang keyakinan tetapi juga mengajarkan tentang tata cara hidup sebagai seorang yang beriman yang memerlukan komunikasi dengan Allah swt., dan sebagai makhluk sosial juga perlu pedoman untuk mengatur hubungan sesama manusia secara harmonis, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Yang dimaksud dengan ibadah adalah tuntutan formal yang berhubungan dengan tata cara seorang hamba berhadapan dengan Tuhan, seperti shalat, zakat, haji, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan muâmalah adalah bentuk ibadah yang bersifat sosial, menyangkut hubungan manusia dengan sesama manusia secara horisontal, misalnya dalam hal jual beli, pidana-perdata, social-politik, sains dan sebagainya. Yang pertama disebut habl min Allâh (hubungan manusia dengan Allah), dan yang kedua disebut habl min al-nâs (hubungan manusia dengan manusia). Dalam konteks historis, ruang lingkup yang kedua ini disepakati oleh jumhur ulama bersumber dari empat mazhab, yakni Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali. Secara substantif, ruang lingkup yang kedua ini sebenarnya tidak terbatas pada produk hukum yang dihasilkan dari empat madzhab diatas, produk hukum yang dihasilkan oleh imam-imam mujtahid lainnya, yang mendasarkan penggalian hukumnya melalui al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas, seperti, Hasan Bashri, Awzai, dan lain-lain tercakup dalam lingkup pemikiran Aswaja, karena mereka memegang prinsip utama Taqdîm al-Nash ‘alâ al-‘Aql (mengedepankan daripada akal). Ruang lingkup ketiga dari Aswaja adalah akhlak atau tasawuf. Wacana ruang lingkup yang ketiga ini difokuskan pada wacana akhlaq yang dirumuskan oleh Imam al-Ghazali, Abu Yazid al-Busthami, dan al-Junayd al-Baghdadi, serta ulama-ulama sufi yang sepaham. Ruang lingkup ketiga ini dalam diskursus Islam dinilai penting karena mencerminkan faktor ihsan dalam diri seseorang. Iman menggambarkan keyakinan, sedang Islam menggambarkan syari’ah, dan ihsan menggambarkan kesempurnaan iman dan Islam. Iman ibarat akar, Islam ibarat pohon. Artinya manusia sempurna, ialah manusia yang disamping bermanfaat untuk dirinya, karena ia sendiri kuat, juga memberi manfaat kepada orang lain (transformasi kesholehan individuan menuju kesholehan sosial). Ini yang sering disebut dengan insan kamil. Atau dalam istilah lain disebut dengan three principles of human life Kalau manusia memiliki kepercayaan tetapi tidak menjalankan syari’at, ibarat akar tanpa pohon, artinya tidak ada gunanya. Tetapi pohon yang berakar dan rindang namun tidak menghasilkan buah, juga kurang bermanfaat bagi kehidupan. Jadi ruang lingkup ini bersambung dengan ruang lingkup yang kedua, sehingga keberadaannya sama pentingnya dengan keberadaan ruang lingkup yang pertama dan yang kedua, dalam membentuk insan kamil. Pada dasarnya tidak ada perbedaan secara prinsipil di antara kelompok dan mazhab dalam Islam. Pertama, dalam hal sumber ajaran Islam, semuanya sama-sama meyakini al-Qur’an dan al-sunnah sebagai sumber utama ajaran Islam; Kedua, para ulama dari masing-masing kelompok tidak ada yang berbeda pendapat mengenai pokok-pokok ajaran Islam, seperti keesaan Allah swt., kewajiban shalat, zakat dan lain-lain. Tetapi, mereka berbeda dalam beberapa hal di luar ajaran pokok Islam, lantaran berbeda di dalam manhaj berpikirnya, terutama diakibatkan oleh perbedaan otoritas akal dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan teks-teks sunnah. Masing masing firqah dalam pemikiran Islam, memiliki manhaj sendiri-sendiri. Mu’tazilah disebut kelompok liberal dalam Islam. Keliberalan Mu’tazilah, berpangkal dari paham bahwa akal, sebagai anugerah Allah swt., memiliki kekuatan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Allah swt. dan hal-hal yang dianggap baik dan buruk. Sementara bagi kelompok Asy’ariyah, akal tidak sanggup untuk mengetahui hal tersebut, kecuali ada petunjuk dari naql atau nash. Kelompok Maturidiyah sedikit lebih ‘menengah’ dengan pernyataanya, bahwa perbuatan manusia mengandung efek yang disebut baik atau buruk, apa yang dinyatakan oleh akal baik, tentu ia adalah baik, dan sebaliknya, akan tetapi tidak semua perbuatan manusia pasti sesuai dengan jangkauan akal untuk menilai baik dan buruknya. Dalam keadaan seperti ini, maka baik dan buruk hanya dapat diketahui melalui naql atau nash. Jika manhaj-manhaj ini dihubungkan dengan akidah, maka peran akal dan naql berkaitan dengan masalah-masalah ketuhanan, jika dikaitkan dengan masalah fiqh, maka peran akal dan naql berhubungan dengan perbuatan manusia (mukallaf), dan jika dikaitkan dengan akhlaq atau tasawuf, maka akal dan naql berhubungan dengan hubungan spiritual antara manusia dengan tuhannya. Baik dalam ruang lingkup akidah, fiqh dan tasawuf, Aswaja memiliki prinsip manhaj taqdîm al-nash ‘alâ al-naql. Maka paham keagamaan Aswaja dengan manhaj seperti itu selalu berorientasi mengedepankan nash daripada akal. Berbeda dengan paham Mu’tazilah, meskipun sama-sama mengacu pada nash. Aswaja tidak terlalu mendalam dalam menggunakan pendekatan akal, sehingga tidak memberikan akses, bahwa nash dalam agama harus sejalan dengan makna yang ditangkap oleh akal, tetapi akal hanyalah menjadi alat bantu untuk memahami nash. Karena itu, penafsiran nash agama tidak selalu harus sejalan dengan akal. Meskipun dengan pertimbangan yang matang sekalipun, akal seringkali salah daya tangkapnya Perkembngan Aswaja Dalam Problem-Problem Sosial Dan Dimensi Pengetahuan Aswaja sebagai imagine islam karena keberadaannya sebagai identitas golongan yang benar dan selamat dalam islam, menjadikannya selalu dilabelkan pada setiap kelompok (organisasi-organisasi) islam. Karena itu pulalah semestinya aswaja dapat dijadikan landasan dalam merumuskan dan menjawab persoalan-persoalan umat seiring dengan perkembangan zaman. Keberadaan term Aswaja yang menjadi justifikasi atas kebenaran islam selayaknya menjadi refleksi bagi umat islam untuk dapat mengejawantahkannya dalam seluruh aspek kehidupannya, karena islam adalah keterpaduan antara aspek duniawi (muamalah) dan aspek ukhrowi (ibadah). Dalam pada itu pemahaman dan keyakinan atas aswaja seharusnya dapat mewarnai pada setiap relung-relung hidup kita. Permasalahan-permasalahan umat (sosial, ekonomi, politik, hukum, Tekhnologi, budaya dan moralitas) terkait erat dengan pemahaman dan keyakinannya atas nilai-nilai islam (Aswaja). Pada aspek sosial, dengan jelas bahwa islam memfitrahkan manusia sebagai makhluk sosial melalui pengaturan-pengaturan islam dalam hal publik, yang dengannya islam sangat mempengaruhi pola laku perjalanan aspek sosial, begitu juga pada aspek-aspek yang lain. Dengan demikian pemahaman yang holistik akan islam dan meyakini bahwa seluruh laku kita mesti dipertanggungjawabkan, akan sangat berperan dalam pembentukan pribadi yang selaras dengan aswaja dalam seluruh aspek kehidupannya.


     Pemateri adalah mantan ketua Komisariat PMII UIN Malang 2005-2006 dan Sekretaris Umum PC. PMII Kota Malang 2006-2007.

    Wednesday, 3 October 2012

    Sekretariat Majlis nurul Islam

    Sejarah Singkat Majlis Ta'lim Nurul Islam

    Majlis Ta’lim Sholawat dan dzikir NURUL ISLAM adalah sebuah organisasi sosial keagamaan yang di bentuk pada hari Senin malam Selasa Tanggal 17 Agustus 2010 oleh Ust. Nadih yang di Bantu oleh Ust.Tatang dan H. sadi atas dasar untuk mewadahi dan menjembati keinginan beberapa anak muda dan organisasi kepemudaan yaitu karang taruna RW 04 yang mulai jenuh dengan pergaulan mereka, memohon agar diajarkan mengaji dan dibentuknya group hadrah, jujur kami akui bahwa majlis ini terbentuk karena di ilhami kegiatan majlis NURUL MUSTHOFA Pimpinan Habib Hasan bin Ja’far AS-segaf yang seringnya mereka mengikuti setiap malam Minggu, Al-hamdulilllah dengan izin Allah SWT dan dukungan ketua Masjid Jami’ Nurul islam Ust.Umar Jamil, Majlis Ta’lim ini masih berjalan, yang di adakan setiap malam Jum’at dari rumah ke rumah para jama’ahnya khususnya Setu, Kp. Kramat (Jakarta-Timur) dan Jatisampurna (Bekasi).