• Home
  • My Profil
  • Kontak
  • Jual Beli Aman
  • Pesan Hotel
  • Aksesories dan Perhiasan
  • Hosting Murah
  • handphone-tablet Hadiri Dan Syiarkan Gema MAULID DAN RATIB Setiap kamis Malam Jum'at Bersama Majlis Ta'lim Nurul Islam, mari kita memperbanyak baca sholawat di malam jum'at agar sukses di dunia dan akhirat.. di informasikan bahwa MT. nurul islam sedang menggalang dana untuk membuat yayasan dan pebelihan lahan untuk kantor sekertariat MT. Ta'lim nurul islam, bantuan dapat di salurkan ke no.rek BCA 6870698672 an.Nadih

    Friday 2 May 2014

    Tips Mempersiapkan Pernikahan

    Menikah di dalam agama islam mengadung unsur ibadah bukan sekedar melampiaskan nafsu karena melampiaskan nafsu birahi yang tidak terikat dalam mahligai pernikahan di golongkan sebagai perzinahan. Di dalam agama islam perzinahan sesuatu perbuatan yang dilarang sebagaimana firman Allah SWT :

     وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً 
    “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk,” (al-Israa’: 32) 

    Oleh karena Islam menganjurkan sesorang menikah sebagaimana firman Allah SWT :

     كِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ. وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
     “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (me-nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (An-Nuur : 32) 

    Dan di kuatkan pula Oleh Sabda Nabi Muhammad SAW.
     اَلنِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي، وَتَزَوَّجُوْا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ، وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ.

     “Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan melaksanakan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku. Menikahlah kalian! Karena sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan seluruh ummat. Barangsiapa memiliki kemampuan (untuk menikah), maka menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu adalah perisai baginya (dari berbagai syahwat).” [Hadits shahih lighairihi: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1846) dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2383)]

     Lalu bagaimana mempersiapkan pernikahan?..ada berjuta rasa berbaur dalam diri kita, apalagi kalau hari bahagia itu sudah ada di depan mata, rasa suka- cita, bahagia, cemas, dan antusias berbaur menjadi satu. Kecemasan dan ketakutan jikalau resepsi pernikahan yang akan di laksanakan tidak sesuai agenda atau konsep yang di inginkan. 

    Oleh karena itu agar kecemasan-kecemasan tersebut dapat berubah menjadi hal yang positif, setelah menjalani proses lamaran Mulailah membuat perencanaan yang matang untuk acara menggelar resepsi pernikahan, menggelar resepsi pernikahan jangan kita anggap sepele karena adanya suatu masalah di resepsi pernikahan bisa menjadi batu sandungan kegagalan kita untuk menyatukan dua keluarga yang beda watak dan pandangan, yang juga banyak terjadi di kalangan umum dan selebriti di tanah air, gagal menikah gara-gara tidak bisa menberikan jalan keluar di antrara visi yang berbeda, 

    Oleh karena itu ajaklah musyawarah orang-orang yang bisa bekerja untuk bisa menyukseskan acara pernikahan Anda baik teman dekat ataupun keluarga, yang tak kalah pentingnya adalah memilih tempat acara perhelatan pernikahan. 

     Kini sudah semakin banyak pilihan untuk menggelar resepsi pernikahan, salah satu tempat terfavorit adalah Hotel

    Alasannya karena Hotel mempunyai fasilitas yang komplit, sebagai contoh, memulai tata rias pengantin dan keluarga, Penjemputan , hingga resepsi cukup belangsung di satu tempat. Begitu pula tempat peristirahatan setelah acara bisa langsung beristirahat di kamar Hotel. 

     Untuk saat ini kita tidak perlu repot-tepot untuk mengetahui Biaya hotel, anda cukup klik disini dimanapun anda ingin menggelar acara pernikahan dan bulan madu baik di Jakarta maupun di luar negeri harga hotel bisa anda lihat dan bisa langsung anda boking .

    Friday 25 April 2014

    Arti Web Hosting

    Kali ini idzinkan blog Nurul Islam org untuk posting masalah Web Hosting, untuk sekedar sher kepada temen-temen yang selalu berkunjung di blog nurul islam, kali ini sedikit menyinggung ilmu internet.

     Apa itu web Hosting ? 

    Web Hosting adalah ruang atau space khusus di dalam Web server yang digunakan untuk menempatkan file-file website Anda agar dapat di akses secara online melalui jaringan internet . Meyewa web Hosting ibarat kita menyewa Ruko atau Toko untuk menempatkan, mendisplay dan memajang barang dagangan kita.

    Lalu dimana kita bisa menyewa web Hosting ?..

    Biasanya ada beberapa perusahaan tertentu yang menyediakan jasa web hosting salah satunya adalah :
    "WWW.jagoan hosting.com

    Bila teman-teman sudah mempunyai domain(nama UsahaAnda) tinggal anda membeli Web hosting (ToKo dalam dunia maya). Demikian postingan ini mudah-mudahan bermanfaat.

    Wednesday 9 April 2014

    Sunnah-sunnah Wudhu


     Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com
    Ada dua macam sunnah Rasulullah saw. dalam berwudhu. Pertama, sunnah muakkadah, yakni sunnah yang selalu dilakukan Rasulullah saw. di setiap kali berwudhu, sedangkan yang kedua adalah sunnah ghairu muakkadah, yaitu sunnah yang kadang-kadang dilaksanakan Rasulullah saw. dalam berwudhu. Jenis sunnah yang kedua ini, di kalangan ulama Hanafi disebut dengan mandubat, dan oleh pengikut Imam Malik dikenal dengan istilah “keutamaan” (fadail).

    Sedikitnya ada 12 sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan dalam berwudhu:

    1). Membaca basmalah 
    Ada beberapa hadits ajuran untuk membaca bismillah :

     اَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ وَضَعَ يَدَهُ فِيْ اِنَاءِ وَقَالَ لأَِصْحَابِهِ تَوَضَّئُوْا بِاسْمِ اﷲِ [رواه البيهقي]
    Suatu kali Rasulullah saw. meletakkan tangannya pada bak air dan berkata kepada para sahabat, “Tawadha u bismillah.” (Berwudhu dengan menyebut asma Allah). (H.R. Baihaqi).

     كُلُّ اَمْرٍ ذِىْ بَالٍ لاَيُبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اﷲِفَهُوَ اَجْذَمُ 
      Artinya : Setiap perkara yang baik yang tidak di awali dengan membaca bismillah, maka perkara itu putus ( tidak sempurna kebaikannya.)

     مَنْ تَوَضَّأَ وَذَكَرَ اسْمِ اﷲِكَانَ طَهُوْرًا لِجَمِيْعِ بَدَنِهِ،وَاِنْ لَمْ بََذْكُرُ اسْمَ اﷲ تَعَالَى كَانَ طَهُوْرًا لأِعَْضََاءِ وُضُوْءِهِ. [رواه الدارقطني 
     Artinya : Barang siapa yang berwudhu dengan membaca bismillaah , maka ia suci seluruh badannya, namun barang siapa yang tidak menyebut bismillah maka ia hanya suci anggota tubuhnya saja. ( HR.Daruquthni ) 

    Dalam hadits lain disebutkan, “Setiap pekerjaan baik yang tidak diawali dengan membaca basmalah kurang mendapatkan barakah.” Bahkan, Imam Ahmad mengatakan bahwa membaca basmalah sebelum berwudhu adalah wajib. Berdasarkan hadist.

     لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ 
    “Tidak ada shalat (tidak sah) orang yang shalat tanpa berwudhu dan tidak ada wudhu (tidak sah) wudhunya seseorang yang tidak menyebut nama Allah.” (HR. Abu Dawud no. 101, Ibnu Majjah no. 397, dan at-Tirmidzi no. 25 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani di Irwa’ no. 81 dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu): 

     2). Bersiwak 
    Dalam bukunya, Fiqh as-Sunnah, Sayyid Sabiq menegaskan bahwa siwak termasuk hal yang sunnah dilakukan sebelum berwudhu. Ia berdasarkan pada sebuah hadits yang diceritakan oleh Abu Hurairah r.a.: 

     لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ 
    Artinya: “Andai saja tidak akan memberatkan umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka bersiwak di setiap kali sholat.” (H.R. Malik, Syafii, dan Baihaqi). 

    3). Membasuh tangan sebelum berwudhu
    Hal ini untuk menghindari adanya kotoran-kotoran yang menempel di tangan. Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw. senantiasa membasuh tangannya saat bangun tidur dan akan melaksanakan wudhu. Rasulullah saw. bersabda:

     إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَيْهِ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهُمَا فِى اْلإِِنَاءِ ثَلاَثًا فَإِنَّهُ لاَيَدْرِيْ أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ ـ رواه البخارى
    Artinya: “Jika salah satu di antara kamu sekalian terjaga dari tidur maka hendaklah membasuh tangannya sebelum memasukkannya dalam bak air, karena ia tidak tahu kemana tangannya (bergerak) saat ia tidur.” (H.R. Bukhari). 

     4). Berkumur 
    Hadits yang dijadikan landasan perilaku sunnah ini adalah sabda Rasulullah saw. yang mengatakan, “Ada sepuluh perbuatan sunnah (saat berwudhu), dan salah satunya adalah berkumur (madmadahah) dan membersihkan hidung (istinsyaq).” (H.R. Muslim). 

     Dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda: 

    إِذَا تَوَضَّأَتْ فَمَضْمِضْ ـ رواه ابو داود و البيهقى
     Artinya: “Jika kamu akan melakukan wudhu maka berkumur-kumurlah.” (H.R. Abu Daud dan Baihaqi). 

     5). Menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya 
    Dengan cara memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya kembali. Dalam tradisi Arab, hal ini disebut dengan istinsyaq atau istintsar. Dalam hadits Nabi saw. bersabda: 

     عَشْرٌ مِنَ السُّنَّةِ وَعَدَّ مِنْهَااْلمَضْمَضَةَ وَاْلاِسْتِنْشَاقَ [رَوَاه مسلم
      Artinya : “ Diantara 10 sunah ialah berkumur dan menghirup air kehidung”.

     إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِيْ أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لِيَنْتَثِرْ ـ رواه البخارى و مسلم و ابو داود 
    Artinya: “Jika salah seorang di antara kalian akan melakukan wudhu maka hendaklah memasukkan air ke dalam hidungnya, lalu keluarkan.” (H.R. Bukhari, Muslim, dan Abu Daud). 

    Proses berkumur dan membersihkan hidung ini dianjurkan untuk dilakukan dengan keras dan lama. Kecuali bagi mereka yang sedang berpuasa, karena khawatir akan ada air yang masuk ke dalam kerongkongan. 

    6). Mengusap jenggot dan menyelanya dengan air 
    Sunnah ini dianjurkan untuk meresapkan air ke dalam kulit yang tertutupi oleh bulu jenggot. Apalagi memelihara jenggot adalah sunnah Rasulullah saw. yang dianjurkan untuk diteladani. Sayyidina Utsman r.a. menceritakan: 

     أَنَّ النَّبِيَّ يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ ـ رواه ابن ماجه و الترمذى 
    Artinya: “Sesungguhnya Nabi menyela jenggotnya (dengan air).” (H.R. Ibnu Majah dan Turmudzi). 

    7). Membersihkan sela-sela jari tangan dan kaki 
    Dalam sebuah hadits yang diceritakan oleh Ibnu majah dan Turmuzi, Dari Ibnu Abbas Rasulullah saw. bersabda:

     أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ ِ إِذَا تَوَضَّأَتْ فَخَلِّلْ أّصَابِعَ يَدَيْكَ وَرِجْلَيْكَ 
    Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Jika kamu akan berwudhu, hendaklah membersihkan (menyela-nyela) jari kedua tangan dan kedua kakimu.”

     Ibnu Abbas juga meriwayatkan dalam hadist lainnya 

    اَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ كَانَ إِذَا تَوَضَّأََ شَبَّكَ لِحْيَتَهُ اْلكَرِيْمَةِ بِأّصَابِعِهِ مِنْ تَحْتِهَا [رواه ابن ماجه
    Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw ketika berwudhu,menyela-nyelai jenggotnya dengan jari-jarinya dari bawah 

     8). Mengusap kedua telinga 
    Cara yang dianjurkan untuk mengusap telinga adalah dengan menggunakan jari telunjuk untuk membersihkan daun telinga bagian dalam, dan ibu jari untuk membersihkan telinga bagian luar. Sunnah ini berdasar hadits yang diriwayatkan oleh Miqdam bin Ma’diyakrib:

     أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ مَسَحَ فِى وُضُوْءِهِ رَأْسَهُ وَ أُذُنَيْهِ ظَاهِرِهُمَا وَبَاطِنَهُمَا         
     Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw. mengusap kepala dan kedua telinganya saat berwudhu, bagian dalam dan luarnya." 

     Di dalam hadist lain rasul juga menjelaskan tentang tata cara mengusap kedua telinga.seperti hadist yang di riwatkan oleh Abdullah bin Zaid :

    رَاَيْتُ رَسُوْلَ اﷲ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ يَتَوَضَّأُ فَاَخَذَ لاُِذُنَيْهِ مَاءً خِلاَفِ الَّذِىْ اَخَذَهُ لِرَأْسِهِ [رواه حَاكم و البيهقى
    Artinya : “ Aku melihat Rasulullah SAW berwudhu, beliau mengusap dua telingga dengan air seperti beliau mengusap kepala ( beliau mengabil air untuk mengusap dua telinga sebagaimana beliau mengambil air untuk mengusap kepalanya. ( HR. Hakim dan Baihaqi ). 

    9). Memulai dari yang kanan 
    Membasuh tangan kanan terlebih dahulu, telinga kanan, dan kaki kanan juga. Bahkan dalam segala hal kebaikan, tidak hanya di dalam wudhu, biasanya Rasulullah saw. juga menyukai untuk memulai dengan yang kanan. Dalam sebuah hadits disebutkan: 

    كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. يُحِبُّ التَّيَامُنَ فِيْ تَنَعُّلِهِ وَ تَرَجُّلِهِ وَ طَهُوْرِهِ وَ فِيْ شَأْنِهِ كُلِّهِ ـ رواه البخارى و مسلم 
    Artinya: “Rasulullah saw. suka memulai dengan yang kanan saat memakai sandal, berjalan, dan bersuci, bahkan dalam segala hal.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

     Menguatkan hadits di atas, sebuah hadits yang diceritakan oleh Imam Ahmad juga berkata:

     إِذَا لَبِسْتُمْ وَ إِذَا تَوَضَّأْتُمْ فَابْدَؤُوْا بِأَيْمَانِكُمْ 
    Artinya: “Jika kalian memakai pakaian, atau kalian berwudhu, hendaklah memulai dari yang kanan.” 

    10). Membasuh atau mengusap sebanyak tiga kali 
    Hal tersebut meneladani praktek Rasulullah saw. yang melaksanakan wudhu dengan mengusap atau membasuh sebanyak tiga kali. Sayyidina Utsman r.a. menceritakan praktek Rasulullah saw. tersebut dengan mengatakan: “Anna an-nabiyya tawadda a tsalaatsan tsalaatsan” (Sesungguhnya Rasulullah saw. melakukan wudhu - dengan membasuh atau mengusap - tiga kali dan tiga kali). 

    11). Melakukan wudhu dengan cepat Maksudnya, antara rukun yang satu dengan rukun yang selanjutnya dikerjakan dalam tempo yang beruntun dan cepat. Tidak ditunda-tunda. Misalnya, membasuh muka lalu berhenti lama, kemudian membasuh tangan, berhenti lama, lalu mengusap kepala, dan seterusnya. 

    12). Berdoa setelah melaksanakan wudhu Doa yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 

    اَشْهَدُ اَنْ لَااِلٰهَ اِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَه وَاَشْهَدُاَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُه وَرَسُوْلُه، اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ، وَجْعَلْنَيْ مِنَ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اشْهَدُاَنْ لَااِلٰهَ اِلَّاَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ 

    Artinya: "Aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah yang Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah jadikanlah aku orang yang ahli taubat, dan jadikanlah aku orang yang suci dan jadikanlah aku dari golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh."

    MANFAAT DAN FAEDAHNYA MELAKSANAKAN SUNAH-SUNAH WUDHU


     Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com
    Kalau kita cermati dengan seksama bahwa agama islam memberikan apresiasi dan penghargaan yang sangat tinggi dalam masalah kebersihan dan kesehatan terutama dalam masalah sunah-sunah wudhu, mungkin sebagian orang menganggapnya sebagai hal yang sepele, namun kalau kita cermati bahwa pekerjaan sunah yang Rasulullah SAW ajarkan mengandung manfaat yang sangat besar, Seperti beberapa anjuran beliaau didalam sunah-sunah wudhu : 

    1. Membasuh tangan sebelum berwudhu yang beliu pertegas dalam hadist beliau

     إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَيْهِ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهُمَا فِى اْلإِِنَاءِ ثَلاَثًا فَإِنَّهُ لاَيَدْرِيْ أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ ـ رواه البخارى 
    Artinya: “Jika salah satu di antara kamu sekalian terjaga dari tidur maka hendaklah membasuh tangannya sebelum memasukkannya dalam bak air, karena ia tidak tahu kemana tangannya (bergerak) saat ia tidur.” (H.R. Bukhari). 

    Manfaat dan faedah dari kita mencuci kedua tangan adalah agar tangan kita bersih dari kuman dan kotoran yang melekat di anggota badan kita, apalagi ketika dalam keadaan tidur kita tidak tahu kemana tangan kita bergerak apakah ketempat badan kita yang sensitive ada kuman /kotor atau tidak ,jangankan dalam tidur tidak tertidurpun tanpa kita sadari kadang-kadang tangan kita sering berintraksi kepada sesuatu yang tidak seteril atau bersih dan kuman. Coba kita bayangkan andai kata kita selalu membiasakan diri kita untuk selalu berwudhu apakah tangan kita tidak bersih pada setiap saat?.., dan apakah perut kita tidak akan sehat karena besihnya tangan kita, ketika memasukan makanan ke mulut kita.

     2). Bersiwak

    Manfaat siwak: 
    1. Untuk Kesehatan Gigi ( Ada pembahasan tertentu)
    2. Menambah daya ingat
    3. menjaga kesehatan mata
    4. menghilangkan bau mulut
    Karena itu rasul selalu menggunakan siwak setiap bangun berdasarkan hadist yang di riwatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim
     كَانَ رَسُوْلُ اللهِ اﷲ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ اِذَااسْتَيْقَظَ مِنَ النَّوْمِ اشْتَاكَ. وَرُوِيَ: يَشُوْصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
     Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika bangun dari tidur bersiwak. Menurut riwat lain : menggosok mulutnya dengan siwak” 

    3). Membasuh tangan sebelum berwudhu Manfaatnya adalah untuk menghilangkan kotoran dari kulit tangan kita

     4). Berkumur 
    Manfaat kita berkumur adalah untuk menghilangkan sisa-sisa makanan yang ada pada mulut dan gigi kita agar sisa-sisa makanan tersebut tidak masuk ke perut kita yang dapat membatalkan sholat kita dan juga untuk menghilangkan bau mulut 

    oleh karenanya Rasullluh SAW menganjurkan kita untuk berkumur, sesuai hadist beliau yang berbunyi:
     إِذَا تَوَضَّأَتْ فَمَضْمِضْ 
    Artinya: “Jika kamu akan melakukan wudhu maka berkumur-kumurlah.” 

    5) Menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya Manfaat dan Faedahnya ialah :

    1. Untuk membersihkan hidung dari berbagagai kotoran, apalagi bagi mereka yang hidup didaerah perkotaan yang ramai yang udaranya sudah terkontraminasi dengan asap kendaraan. 

    2. mencegah penyakit filek dan pusing. 
    Oleh karenanya Rasulullah SAW mengajukan kepada umatnya untuk Menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya sebagaimana sabda Beliau SAW : 
     إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِيْ أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لِيَنْتَثِرْ ـ رواه البخارى و مسلم و ابو داود 
    Artinya: “Jika salah seorang di antara kalian akan melakukan wudhu maka hendaklah memasukkan air ke dalam hidungnya, lalu keluarkan.” (H.R. Bukhari, Muslim, dan Abu Daud).

     Adaikata kita bisa melaksanaan seluruh Rangkaian sunah-sunah wudhu di atas dengan benar nicaya kita akan menjadi muslim sehat secara jasmani dan rohani *) Dari berbagai sumber

    Monday 7 April 2014

    CONTOH VISI DAN MISI


     Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com
    VISI DAN MISI 

    1. Tewujudnya masyarakat sejahtera lahir dan batin 

    a. Secara lahir masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan nya seperti masalah kesehatan fisik/badan dan   ekonomi.
     b. Secara batin masyarakat dapat terbebas dari tekanan-tekanan yang dapat mempengaruhi tindakan-tindakan fisik, seperti bunuh diri karena Akibat stres atau himpitan ekonomi.

     2. Terwujudnya perekonomian yang kuat dan merata . 

    Bahwa secara umum perekonomian masyarakat perlu perhatian dan pengarahan yang maksimal, tentunya dengan memberdayakan sektor-sektor usaha kecil dan menengah agar dapat menyerap tenaga kerja serta dapat mengurangi pengangguran, tentunya dengan memaksimalkan sumber-sumber dana yang sudah ada seperti PPMK atau koperasi, tentunya agar dua instansi tersebut dapat bekerjasama untuk memperkecil bunga pinjaman agar tidak terlalu mencekik masyarakat.

    3. Terwujudnya Masyarakat yang maju dalam bidang pendidikan 

    Maksudnya adalah mengajak masyarakat untuk memahami pentingnya pendidikan dengan memberdayakan pola-pola pendidikan yang sudah ada dengan memantaunya atau adanya penyuluhan agar dapat di tingkatkan mutunya,di tambah dengan adanya perpustakaan untuk meningkatkan pola fikir masyarakat kita.

     4. Terwujudnya kehidupan masyarakat yang beriman dan bertaqwa sesuai dengan agama dan kenyakinan yang dianutnya. 

    Yaitu adanya kerjasama antara para pemuka agama dengan pihak RW agar masyarakat dapat memberi pemahaman tentang nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan sehingga masyarakat jauh dari tindakan-tindakan anarkis dan brutal 

    5. Terwujudnya keamanan dan ketertiban yang merata.

     Keamanan dan ketertiban adalah suatu hal yang penting, yang harus di perhatikan oleh masyarakat dan para pengurus lingkungan terutama para Ketua Rt yang dalam hal ini adalah sebagai motor penggerak dengan membangun pos-pos ronda atau siskamling.karena tanpa terwujudnya keamanan dan ketertiban, kita tidak akan maksimal untuk mewujudkan cita-cita kita diatas. 

    6. Musyawarah dan Mufakat 

    Hal ini adalah hal yang sangat penting harus kita bina di antara masyarakat dan pengurus agar terkikisnya perlebaran jarak perbedaan pendapat, sehingga adanya jalan keluar atau solusi terbaik untuk semua pihak dengan duduk bersama saling bermusyawarah.

    Contoh Surat Kuasa


     Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com
    SURAT KUASA 

    Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

    Nama                            : Anton Riskiadi
     Nomor KTP                 : 3275121111850007
    Tempat/ Tanggal lahir      : Maron Kidul, 18 November 1985
    Alamat                           : Kp. Pondok Ranggon Rt.006/003 Jatimurni Pondok Melati, Bekasi No.42
    Agama                           : Islam
    Kewarganegaraan : WNI

    Dengan ini memberikan kuasa sepenuhnya kepada :

     Nama                           : FADLAN
    Nomor KTP                  : 3175101708750015
    Tempat/ Tanggal Lahir    : Jakarta, 17 Agustus 1975
    Alamat                           : Kp. Kramat No 61 Rt 002/ 04 Kel : Setu Kec. Cipayung Jakarta Timur.
    Agama                           : Islam
    Kewarganegaraan          : WNI

    Untuk memproses pengambilan BPKB motor YAMAHA dengan nomor polisi B 6571 KYM atas Nama : IRMA WAHYUNI

     Demikianlah surat kuasa ini saya buat dengan sebenarnya dan sadar tanpa ada paksaan dari pihak manapun,dan agar dapat di pergunakan sebagaimana mestinya.

    Hormat kami

    Yang diberi Kuasa                                                                            Yang memberi Kuasa




    (FADLAN )                                                                                     ( Anton Riskiadi )

    Thursday 27 March 2014

    . BACAAN – BACAAN DALAM SHOLAT

    1. Niat Shalat Magrib.

     اُصَلِّيْ فَرْضَ اْلمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلكِبْلَةِ اَدَاءً (مَْأمُوْمًا) ِﷲِتَعَالٰى،اَللهُ اَكْبَرَ. 
    “ USHOLII FARDLOL MAGRIBI TSALATSA ROKA’AATIN MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN (MA’MUUMAN/ IMAMAN) LILAAHI TA’AALAA”. ALLAAHU AKBAR.

    Artinya : “ Aku niat mengerjakan sholat fardlu magrib sebanyak tiga roka’at menghadap kiblat adaan (ma’muman/ imaman) karena Allah Ta’ala. Allahu Akbar.

    2. Niat Sholat ‘Isya. 

     اُصَلِّيْ فَرْضَ اْلعِشَاءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلكِبْلَةِ اَدَاءً (مَْأمُوْمًا) ِﷲِتَعَالٰى،اَللهُ اَكْبَرَ.
      “ USHOLII FARDLOL ‘ISYAA-I ARBA’A ROKA’AATIN MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN (MA’MUUMAN/ IMAMAN) LILAAHI TA’AALAA”. ALLAAHU AKBAR.

     Artinya : “ Aku niat mengerjakan sholat fardlu ‘Isya sebanyak empat roka’at menghadap kiblat adaan (ma’muman/ imaman) karena Allah Ta’ala. Allahu Akbar.

    3. Niat sholat Shubuh.

     اُصَلِّيْ فَرْضَ الصُّبْحِ رَكَعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلكِبْلَةِ اَدَاءً (مَْأمُوْمًا) ِﷲِتَعَالٰى،اَللهُ اَكْبَرَ.
     “ USHOLII FARDLOS SUBH-I ROK’ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN (MA’MUUMAN/ IMAMAN) LILAAHI TA’AALAA”. ALLAAHU AKBAR.

     Artinya : “ Aku niat mengerjakan sholat fardlu subuh sebanyak dua roka’at menghadap kiblat adaan (ma’muman/ imaman) karena Allah Ta’ala. Allahu Akbar.

    4. Niat sholat Dzuhur. 

    اُصَلِّيْ فَرْضَ اْلظُهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلكِبْلَةِ اَدَاءً (مَْأمُوْمًا) ِﷲِتَعَالٰى،اَللهُ اَكْبَرَ
     . “ USHOLII FARDLOL DHUHRI ARBA’A ROKA’AATIN MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN (MA’MUUMAN/ IMAMAN) LILAAHI TA’AALAA”. ALLAAHU AKBAR.

     Artinya : “ Aku niat mengerjakan sholat fardlu dhuhur sebanyak empat roka’at menghadap kiblat adaan (ma’muman/ imaman) karena Allah Ta’ala. Allahu Akbar.

     5. Niat sholat Ashar. 

    اُصَلِّيْ فَرْضَ اْلعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلكِبْلَةِ اَدَاءً (مَْأمُوْمًا) ِﷲِتَعَالٰى،اَللهُ اَكْبَرَ
    . “ USHOLII FARDLOL ‘ASHRI ARBA’A ROKA’AATIN MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN (MA’MUUMAN/ IMAMAN) LILAAHI TA’AALAA”. ALLAAHU AKBAR.

     Artinya : “ Aku niat mengerjakan sholat fardlu ‘Ashar sebanyak empat roka’at menghadap kiblat adaan (ma’muman/ imaman) karena Allah Ta’ala. Allahu Akbar.

     6. Niat Sholat Jum’at

     اُصَلِّيْ فَرْضَ اْلجُمْعَةِ رَكَعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلكِبْلَةِ اَدَاءً (مَْأمُوْمًا) ِﷲِتَعَالٰى،اَللهُ اَكْبَرَ.
      “ USHOLII FARDLOL JUM’ATI ROK’ATAINI اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN (MA’MUUMAN/ IMAMAN) LILAAHI TA’AALAA”. ALLAAHU AKBAR.

    Artinya : “ Aku niat mengerjakan sholat fardlu Jum’at sebanyak dua roka’at menghadap kiblat adaan (ma’muman/ imaman) karena Allah Ta’ala. Allahu Akbar.
     Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com

    Wednesday 26 March 2014

    Keutamaan Surah al-Wâqi’ah

    Diriwayatkan bahwa Utsman bin Affan menjenguk Abdullah bin Mas’ud ketika ia sakit dan meninggal karena sakit itu. Utsman berkata kepadanya: “Apa yang kau keluhkan sekarang?”. “Dosa-dosaku”, jawabnya pendek. “Apa yang kau inginkan sekarang?”, tanyanya lagi. “Rahmat Tuhanku”, jawabnya. “Kucarikan seorang dokter untukmu?”, tanyanya. “Dokterlah yang membuatku sakit”, jawabnya. “Kuperintahkan untuk membawakan hadiah untukmu?”, tanyanya. “Ketika aku membutuhkannya engkau tidak memberikannya kepadaku. Sekarang ketika aku sedang tidak membutuhkannya engkau akan memberikannya kepadaku!”, jawabnya. “Kau berikan saja semua hadiah itu kepada putri-putrimu!”, jawab Utsman menimpali. “Mereka tidak memerlukan hadiah tersebut. Karena aku telah memerintahkan mereka untuk membaca surah al-Wâqi’ah. Aku mendengar Rasulullah SAWW bersabda:  

    “Barangsiapa membaca surah al-Wâqi’ah setiap malam, maka kesusahan tidak akan pernah menimpanya”, jawabnya tegas.

     Diriwayatkan bahwa Imam Shadiq as berkata: “Barangsiapa membaca surah al-Wâqi’ah setiap malam, sebelum membacanya, ia akan bertemu dengan Allah dengan wajah yang bercahaya bak bulan di malam purnama”. Dalam sebuah hadis lain beliau berkata: “Barangsiapa merindukan surga dan sifat-sifatnya, hendaklah ia membaca surah al-Wâqi’ah”. 

    بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 

    إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (۱) لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ (۲) خَافِضَةٌ رَّافِعَةٌ (۳) إِذَا رُجَّتِ اْلأَرْضُ رَجًّا (۴) وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا (۵) فَكَانَتْ هَبَاءً مُّنْبَثًّا (۶) وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلاَثَةً (۷) فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (۸) وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ (۹) وَالسَّابِقُوْنَ السَّابِقُوْنَ (۱۰) أُوْلَئِكَ الْمُقَرَّبُوْنَ (۱۱) فِي جَنَّاتِ النَّعِيْمِ (۱۲) ثُلَّةٌ مِّنَ اْلأَوَّلِيْنَ (۱۳) وَقَلِيْلٌ مِّنَ اْلآخِرِيْنَ (۱۴) عَلَى سُرُرٍ مَّوْضُوْنَةٍ (۱۵) مُتَّكِئِيْنَ عَلَيْهَا مُتَقَابِلِيْنَ (۱۶)‏ يَطُوْفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُوْنَ (۱۷) بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِّن مَّعِيْنٍ (۱۸) لاَ يُصَدَّعُوْنَ عَنْهَا وَلاَ يُنزِفُوْنَ (۱۹) وَفَاكِهَةٍ مِّمَّا يَتَخَيَّرُوْنَ (۲۰) وَلَحْمِ طَيْرٍ مِّمَّا يَشْتَهُوْنَ (۲۱) وَحُورٌ عِيْنٌ (۲۲) كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُوْنِ (۲۳) جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ (۲۴) لاَ يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلاَ تَأْثِيْمًا (۲۵) إِلاَّ قِيْلاً سَلاَمًا سَلاَمًا (۲۶) وَأَصْحَابُ الْيَمِيْنِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِيْنِ (۲۷) فِيْ سِدْرٍ مَّخْضُوْدٍ (۲۸) وَطَلْحٍ مَّنضُوْدٍ (۲۹) وَظِلٍّ مَّمْدُوْدٍ (۳۰) وَمَاء مَّسْكُوْبٍ (۳۱) وَفَاكِهَةٍ كَثِيْرَةٍ (۳۲) لاَ مَقْطُوْعَةٍ وَلاَ مَمْنُوْعَةٍ (۳۳) وَفُرُشٍ مَّرْفُوْعَةٍ (۳۴) إِنَّا أَنشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً (۳۵) فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (۳۶) عُرُبًا أَتْرَابًا (۳۷) لِّأَصْحَابِ الْيَمِيْنِ (۳۸) ثُلَّةٌ مِّنَ اْلأَوَّلِيْنَ (۳۹) وَثُلَّةٌ مِّنَ اْلآخِرِيْنَ (۴۰) وَأَصْحَابُ الشِّمَالِ مَا أَصْحَابُ الشِّمَالِ (۴۱) فِيْ سَمُوْمٍ وَحَمِيْمٍ (۴۲) وَظِلٍّ مِّنْ يَحْمُوْمٍ (۴۳) لاَّ بَارِدٍ وَلاَ كَرِيْمٍ (۴۴) إِنَّهُمْ كَانُوْا قَبْلَ ذَلِكَ مُتْرَفِيْنَ (۴۵) وَكَانُوْا يُصِرُّوْنَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيْمِ (۴۶) وَكَانُوْا يَقُوْلُوْنَ أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ (۴۷) أَوَ آبَاؤُنَا اْلأَوَّلُوْنَ (۴۸) قُلْ إِنَّ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلآخِرِيْنَ (۴۹) لَمَجْمُوْعُوْنَ إِلَى مِيْقَاتِ يَوْمٍ مَّعْلُوْمٍ (۵۰)‏ ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا الضَّالُّوْنَ الْمُكَذِّبُوْنَ (۵۱) َلآكِلُوْنَ مِنْ شَجَرٍ مِّنْ زَقُّوْمٍ (۵۲) فَمَالِؤُوْنَ مِنْهَا الْبُطُوْنَ (۵۳) فَشَارِبُوْنَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيْمِ (۵۴) فَشَارِبُوْنَ شُرْبَ الْهِيْمِ (۵۵) هَذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّيْنِ (۵۶) نَحْنُ خَلَقْنَاكُمْ فَلَوْلاَ تُصَدِّقُوْنَ (۵۷) أَفَرَأَيْتُم مَّا تُمْنُوْنَ (۵۸) أَأَنتُمْ تَخْلُقُوْنَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُوْنَ (۵۹) نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِيْنَ (۶۰) عَلَى أَن نُّبَدِّلَ أَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِيْ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ (۶۱) وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ اْلأُوْلَى فَلَوْلاَ تَذكَّرُوْنَ (۶۲) أَفَرَأَيْتُم مَّا تَحْرُثُوْنَ (۶۳) أَأَنتُمْ تَزْرَعُوْنَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُوْنَ (۶۴) لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلَتُمْ تَفَكَّهُوْنَ (۶۵) إِنَّا لَمُغْرَمُوْنَ (۶۶) بَلْ نَحْنُ مَحْرُوْمُوْنَ (۶۷) أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِيْ تَشْرَبُوْنَ (۶۸) أَأَنتُمْ أَنزَلْتُمُوْهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنزِلُوْنَ (۶۹) لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلاَ تَشْكُرُوْنَ (۷۰) أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِيْ تُوْرُوْنَ (۷۱) أَأَنتُمْ أَنشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِؤُوْنَ (۷۲) نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً وَمَتَاعًا لِّلْمُقْوِيْنَ (۷۳) فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ (۷۴) فَلاَ أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُوْمِ (۷۵) وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُوْنَ عَظِيْمٌ (۷۶)‏ إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيْمٌ (۷۷) فِي كِتَابٍ مَّكْنُوْنٍ (۷۸) لاَّ يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُوْنَ (۷۹) تَنْزِيْلٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِيْنَ (۸۰) أَفَبِهَذَا الْحَدِيْثِ أَنتُم مُّدْهِنُوْنَ (۸۱) وَتَجْعَلُوْنَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُوْنَ (۸۲) فَلَوْلاَ إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمَ (۸۳) وَأَنتُمْ حِيْنَئِذٍ تَنْظُرُوْنَ (۸۴) وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لاَّ تُبْصِرُوْنَ (۸۵) فَلَوْلاَ إِن كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِيْنِيْنَ (۸۶) تَرْجِعُوْنَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ (۸۷) فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ (۸۸) فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّةُ نَعِيْمٍ (۸۹) وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِيْنِ (۹۰) فَسَلاَمٌ لَّكَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِيْنِ (۹۱) وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِيْنَ الضَّالِّيْنَ (۹۲) فَنُزُلٌ مِّنْ حَمِيْمٍ (۹۳) وَتَصْلِيَةُ جَحِيْمٍ (۹۴) إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِيْنِ (۹۵) فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ (۹۶)‏

     Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com

    Keutamaan Surah Al-Jumu’ah

    Imam Ja’far Shadiq as berkata: “Hendaknya setiap mukmin yang mengaku pengikut kami membaca surah al-Jumu’ah dan sabbihisma rabbikal a’lâ di shalat malamnya dan membaca surah al-Jumu’ah dan al-Munâfqûn di shalat Zhuhurnya. Jika ia telah melaksanakan itu, seakan-akan ia telah melakukan apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAWW dan pahalanya adalah surga”. 

    بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

     يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ الْعَزِيْزِ الْحَكِيْمِ (۱) هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِي اْلأُمِّيِّيْنَ رَسُوْلاً مِّنْهُمْ يَتْلُوْ عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلاَلٍ مُّبِيْنٍ (۲) وَآخَرِيْنَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوْا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ (۳) ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ (۴) مَثَلُ الَّذِيْنَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوْهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ (۵) قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ هَادُوْا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِن دُوْنِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنتُمْ صَادِقِيْنَ (۶) وَلاَ يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيْهِمْ وَاللَّهُ عَلِيْمٌ بِالظَّالِمِيْنَ (۷) قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ (۸)‏ يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُوْنَ (۹) فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاَةُ فَانْتَشِرُوْا فِي اْلأَرْضِ وَابْتَغُوْا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ (۱۰) وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوْا إِلَيْهَا وَتَرَكُوْكَ قَائِمًا قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ مِّنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ (۱۱)‏

     Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com

    Tuesday 25 March 2014

    Ahlul Bait

    Ahlul-Bait (Bahasa Arab: أهل البيت) adalah istilah yang berarti "Orang Rumah" atau keluarga. Dalam tradisi Islam istilah itu mengarah kepada keluarga Muhammad. Terjadi perbedaan dalam penafsiran baik Muslim Syi'ah maupun Sunni. Syi'ah berpendapat bahwa Ahlul Bait mencakup lima orang yaitu Ali, Fatimah, Hasan dan Husain sebagai anggota Ahlul Bait (di samping Muhammad). Sementara Sunni berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah keluarga Muhammad dalam arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga kadang-kadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya. 

    Istilah Ahlul Bait

     Syi'ah

     Kaum Syi’ah lebih mengkhususkan istilah Ahlul Bait Muhammad yang hanya mencakup Ali dan istrinya Fatimah, putri Muhammad beserta putra-putra mereka yaitu al-Hasan dan al-Husain (4 orang ini bersama Muhammad juga disebut Ahlul Kisa atau yang berada dalam satu selimut) dan keturunan mereka. 

    Hal ini diperkuat pula dengan hadits-hadits seperti contoh berikut:
     “ Aisyah menyatakan bahwa pada suatu pagi, Rasulullah keluar dengan mengenakan kain bulu hitam yang berhias. Lalu, datanglah Hasan bin Ali, maka Rasulullah menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Husain lalu beliau masuk bersamanya. Datang juga Fathimah, kemudian beliau menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Ali, maka beliau menyuruhnya masuk, lalu beliau membaca ayat 33 surah al-Ahzab, 

    إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمْ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تطهيرا
    "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." 

    Sunni dan Salafi 
    Makna “Ahl” dan “Ahlul Bait” dalam pengertian leksikal berarti penghuni rumah, termasuk isteri dan anak-anak. Pengertian ini dianut sebagian kalangan Sunni dan Salafi, yang menyatakan bahwa ahlul bait Muhammad mencakup pula istri-istri, mertua-mertua, juga menantu-menantu dan cucu-cucunya. 

    Sufi dan sebagian Sunni 
    Kalangan Sufi dan sebagian kaum Sunni menyatakan bahwa Ahlul-Bait adalah anggota keluarga Muhammad yang dalam hadits disebutkan haram menerima zakat, seperti keluarga Ali dan Fatimah beserta putra-putra mereka (Hasan dan Husain) serta keturunan mereka. Juga keluarga Abbas bin Abdul-Muththalib, serta keluarga-keluarga Ja’far dan Aqil yang bersama Ali merupakan putra-putra Abu Thalib. 

    Adapun risalah lengkap sebagaimana yang tercantum dalam Shahih Muslim adalah sebagai berikut: Yazid bin Hayyan berkata, 
    "Aku pergi ke Zaid bin Arqam bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam, 'Hai Zaid, kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Kau melihat Rasulullah, kau mendengar sabda beliau, kau bertempur menyertai beliau, dan kau telah salat dengan diimami oleh beliau. Sungguh kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Karena itu, sampaikan kepada kami hai Zaid, apa yang kau dengar dari Rasulullah!'" 

    "Kata Zaid bin Arqam, 'Hai kemenakanku, demi Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah. Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya.'" 
    "Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan, 'Pada suatu hari Rasulullah berdiri dengan berpidato di suatu tempat air yang disebut Khumm antara Mekkah dan Madinah. Ia memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan, lalu beliau bersabda, Ketahuilah saudara-saudara bahwa aku adalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku (malaikat pencabut nyawa) akan datang lalu dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan untuk kalian dua hal yang berat, yaitu: 1) Al-Qur'an yang berisi petunjuk dan cahaya, karena itu laksanakanlah isi Al-Qur'an dan pegangilah. (Beliau mendorong dan mengimbau pengamalan Al-Qur'an). 2) Keluargaku. Aku ingatkan kalian agar berpedoman dengan hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku (tiga kali)". 

    Husain bertanya kepada Zaid bin Arqam, "Hai Zaid, siapa Ahlul Bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau Ahlul Baitnya?" Kata Zaid bin Arqam, "Istri-istri beliau adalah Ahlul Baitnya, tetapi Ahlul Bait beliau adalah orang yang diharamkan menerima zakat sampai sepeninggal beliau." Kata Husain, "Siapa mereka itu?" Kata Zaid bin Arqam, "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far dan keluarga Abbas." Kata Husain, "Apakah mereka semua diharamkan menerima zakat?" Jawab Zaid, "Ya." 

    Istilah Ahlul Kisa 

    Kaum Sufi yang memiliki keterikatan dengan Ahlul Kisa, yaitu keluarga Ali bin Abu Talib k.w.[3] dan Fatimah az-Zahra baik secara zhahir (faktor keturunan) dan secara bathin (do'a dan amalan) sangat mendukung keutamaan Ahlul Kisa. Tetapi, Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait bukan hanya Ahlul Kisa sesuai dengan hadits tsaqalayn. Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang haram menerima zakat, yaitu keluarga Ali, Aqil dan Ja'far (yang merupakan putra-putra Abu Thalib) dan keluarga Abbas (Hadits Shahih Muslim dari Zaid bin Arqam). Dengan demikian kaum Sufi dalam hal kekhalifahan memiliki perbedaan tajam dengan kaum Syi'ah. 

    Hadist Shahīh Ahlul Kisa Shahīh Muslim, vol. 7, hal. 130 
    Aisyah berkata, "Pada suatu pagi, Rasulullah saw keluar rumah menggunakan jubah (kisa) yang terbuat dari bulu domba. Hasan datang dan kemudian Rasulullah menempatkannya di bawah kisa tersebut. Kemudian Husain datang dan masuk ke dalamnya. Kemudian Fatimah ditempatkan oleh Rasulullah di sana. Kemudian Ali datang dan Rasulullah mengajaknya di bawah kisa dan berkata,

     إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمْ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تطهيرا
     "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab [33]:33)[4] 

    Sunan at-Turmudzi, Kitab al-Manâqib 

    Ummu Salamah mengutip bahwa Rasulullah saw menutupi Hasan, Husain, Ali dan Fatimah dengan kisa-nya, dan menyatakan, "Wahai Allah! Mereka Ahlul Baitku dan yang terpilih. Hilangkan dosa dari mereka dan sucikanlah mereka!" Ummu Salamah berkata, "Aku bertanya pada Rasulullah saw, Wahai Rasul Allah! Apakah aku termasuk di dalamnya?" Beliau menjawab, "Engkau berada dalam kebaikan (tetapi tidak termasuk golongan mereka)." Imam Turmudzi menulis di bawah hadits ini, "Hadits ini shahīh dan bersanad baik, serta merupakan hadits terbaik yang pernah dikutip mengenai hal ini." 

    Interpretasi Syi'ah, Sunni dan Sufi 

    Syi'ah 

    Kaum Syi'ah, khususnya Mazhab Dua Belas Imam menafsirkan bahwa Ahlul Bait adalah "anggota rumah tangga" Muhammad dan mempercayai bahwa mereka terdiri dari: Muhammad, Ali bin Abi Thalib, Fatimah az-Zahra, Hasan bin Ali, dan Husain bin Ali. 
    Kaum Syi'ah percaya bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait yang disucikan sesuai dengan ayat tathîr (penyucian) (QS. Al-Ahzab [33]:33), adalah mereka yang termasuk dalam Ahlul-Kisa yaitu Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain serta 9 imam berikutnya yang merupakan keturunan dari Husain. 
    Sesuai dengan hadits di atas, Syi'ah berpendapat bahwa istri-istri Muhammad tidak termasuk dalam Ahlul Bait, sebagaimana pendapat Sunni yang memasukkan istri-istri Muhammad. 

    Sunni dan Salafi 
    Kaum Sunni juga mempercayai hadits sahih mengenai keistimewaan kedudukan Ahlul Bait tersebut seperti kaum Syi'ah, meskipun kaum Sunni tidak berpendapat bahwa hak kepemimpinan umat (khalifah) harus dipegang oleh keturunan Ahlul Bait. Hadits itu juga menyatakan bahwa kedua cucu Muhammad, yaitu Hasan bin Ali dan Husain bin Ali, adalah sayyid (pemuka). 

    Muhammad bin Abdul Wahhab menolak pengistimewaan yang berlebihan terhadap keturunan Ahlul Bait. Ini kemungkinan disebabkan karena pertentangan mereka terhadap kaum Syi'ah, meskipun kaum Sunni pada umumnya tetap memandang hormat terhadap para keturunan Ahlul Bait. 

    Kaum Wahhabi berpendapat bahwa istilah Ahlul Bait memang hanya mencakup keluarga Ali, akan tetapi keluarga Muhammad mencakup seluruh umat Muslim yang taat, sebab hubungan kekeluargaan tersebut adalah berdasarkan takwa pada kepercayaan Islam, dan bukan berdasarkan pada darah keturunan. Kaum Wahhabi percaya bahwa setiap orang yang taat adalah bagian dari Ahlul Bait, dan bahwa beberapa orang secara khusus disebutkan sebagai bagian daripadanya. Beberapa orang ini, adalah istri-istri Muhammad, yang menurut pendapat mereka disebutkan di dalam Al Qur'an sebagai bagian dari Ahlul Bait. 

    Sufi 
    Kaum Sufi menyepakati bahwa semua pendiri Tariqah Mu'tabaroh mestilah dari golongan Ahlul Bait, yaitu berasal dari keturunan Hasan bin Ali atau Husain bin Ali. 
    Para masyaikh pendiri tariqah-tariqah Islam setelah wafatnya Rasulullah yang merupakan golongan Ahlul Bait, misalnya: 
    • As-Sayyid As-Syaikh Bahau'uddin Naqsyabandi (Tariqah Naqsyabandi) 
    • As-Sayyid Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin 'Ali BaAlawi Al-Husaini (Tariqah Al-BaAlawi) 
    • As-Sayyid As-Syaikh Abdul Qadir Jilani Al-Hasani (Tariqah Qadiriyah) 
    • As-Sayyid As-Syaikh Ahmad bin Idris Al-Hasani (Tariqah Ahmadiyah Idrissiyah) 
    • As-Sayyid As-Syaikh Abil Hasan Asy-Syazuli (Tariqah Syadziliyyah) Silsilah ajaran mereka kebanyakannya melalui Imam Ja'far ash-Shadiq, dan semuanya mendapat sanad dari Ali bin Abi Thalib. Tariqah Naqsyabandiah adalah satu-satunya tariqah yang juga mendapat sanad dari Abu Bakar. 

    Kekhalifahan 
    Kaum Sufi berpendapat kekhalifahan ada 2 macam, yaitu : 
    • Khalifah secara zhahir (Waliyyul Amri, Surat An Nisaa' ayat 59) "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." atau mereka yang menjadi kepala pemerintahan umat Islam; dan 
    • Khalifah secara bathin (Waliyyul Mursyid, Surat Al Kahfi ayat 17) "Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk (Waliyyan Mursyida) kepadanya." atau mereka yang menjadi pembina rohani umat Islam. 

    Khalifah zhahir 
    Menurut kalangan Sufi kekhalifahan yang zhahir (lahiriah) boleh saja dipegang oleh orang muslim yang kurang beriman atau mukmin tapi kurang bertakwa, dalam keadaan darurat atau karena sudah takdir yang tak bisa dihindari. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perkataan ‘athii’ sebelum ‘waliyyul amri’, kata ‘athii’ atau taatlah hanya ditempelkan kepada ‘Allah’ kemudian ditempelkan kepada ‘Rasul’ sehingga lafadz lengkapnya menjadi, ”Athiiullahu wa athiiurasuul wa ulil amri minkum”. Berarti taat yang mutlak hanya kepada Allah dan Rasulnya. Taat kepada ulil amri (pemimpin) dapat dilakukan dengan syarat ia taat lebih dulu kepada Allah dan Rasulnya. Memilih seorang pemimpin atas dasar ketaatan kepada Allah adalah hal yang logis dan jauh lebih mudah dari pada memilih seorang pemimpin atas dasar 'maksum' atau kesucian, karena 'taat' kepada Allah adalah suatu yang dapat terlihat kurang-lebihnya di dalam kehidupan seseorang. 

    Dengan kata lain ayat ini dalam pandangan kaum Sunni dan kaum Sufi menunjukkan tidak adanya syarat ‘maksum’ bagi Waliyyul Amri (pemimpin pemerintahan). Sangat mungkin ini adalah petunjuk Allah bagi umat Islam untuk menerima siapapun pemimpinnya di setiap zaman, selama ia taat kepada Allah dan Rasulnya, karena sesuai dengan akal sehat yang dimiliki umat manusia bahwa ‘tak ada yang mengetahui hamba Allah yang suci atau ‘maksum’, kecuali Allah sendiri.’ 

    Khalifah bathin 
    Kekhalifahan bathin, karena harus mempunyai syarat kewalian dalam pengertian bathin, tak mungkin dijatuhkan kecuali kepada orang mukmin yang bertakwa dan dicintai Allah (Surat Yunus 62-64). Kekhalifahan bathin atau jabatan Waliyyul Mursyid (pemimpin rohani) adalah mereka yang mempunyai ilmu dan karakter (kurang-lebih) seperti Nabi Khidir di dalam Surat Al Kahfi. Hikmah tidak disebutkannya kata 'Nabi Khidir' juga boleh jadi mengisyaratkan setiap zaman akan ada manusia yang terpilih seperti itu. 

    Didalam sejarah tarekat kaum Sufi, para Wali Mursyid sebagian besarnya adalah keturunan Ali dari Fatimah baik melalui Hasan dan Husain. Menurut kaum Sufi memaksakan kekhalifahan zhahir hanya untuk keluarga Ali adalah suatu yang musykil/mustahil karena bila menolak 3 khalifah sebelumnya (yang telah disetujui oleh mayoritas) berarti membuat perpecahan dalam umat Islam, juga bertentangan dengan prinsip akal sehat, karena boleh jadi seorang kurang ber-taqwa tapi dalam hal pemerintahan sangat cakap. Sedangkan seorang yang ber-taqwa justru mungkin saja tidak menguasai masalah pemerintahan. 

    Bila menganggap Imamah adalah Khalifah Bathin mungkin saja bisa, tapi membatasi hanya 12 bertentangan dengan banyak hadits shahih tentang para Wali Allah yang tidak pernah disebut dari keluarga tertentu, apalagi dengan pembatasan jumlahnya. Idealnya memang seorang Khalifah zhahir (Waliyyul Amri) dipilih dari mereka yang juga menjabat Khalifah bathin (Waliyyul Mursyid). Tapi pertanyaannya siapakah yang mengetahui Wali-wali Allah, apalagi yang berderajat Waliyyul Mursyid, kalau bukan Allah sendiri. 

    Perkembangan Ahlul Bait 

    Setelah wafatnya Muhammad 
    Berkembangnya Ahlul-Bait walaupun sepanjang sejarah kekuasaan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah mengalami penindasan luar biasa, adalah berkah dari do’a Muhammad kepada mempelai pengantin Fatimah putri beliau dan Ali di dalam pernikahan yang sangat sederhana. 

    Doa Nabi SAW adalah,”Semoga Allah memberkahi kalian berdua, memberkahi apa yang ada pada kalian berdua, membuat kalian berbahagia dan mengeluarkan dari kalian keturunan yang banyak dan baik” 

    Setelah mengalami titik noda paling kelam dalam sejarah Bani Umayyah, dimana cucu Nabi SAW, al-Husain bersama keluarga dibantai di Karbala, pemerintahan berikutnya dari Bani Abbasiyah yang sebetulnya masih kerabat (diturunkan melalui Abbas bin Abdul-Muththalib) tampaknya juga tak mau kalah dalam membantai keturunan Nabi SAW yang saat itu sudah berkembang banyak baik melalui jalur Ali Zainal Abidin satu-satunya putra Husain bin Ali yang selamat dari pembantaian di Karbala, juga melalui jalur putra-putra Hasan bin Ali. 

    Setelah berakhirnya Bani Abbasiyah 

    Perkembangan di berbagai negara 
    Menurut berbagai penelaahan sejarah, keturunan Hasan bin Ali banyak yang selamat dengan melarikan diri ke arah Barat hingga mencapai Maroko. Sampai sekarang, keluarga kerajaan Maroko mengklaim keturunan dari Hasan melalui cucu beliau Idris bin Abdullah, karena itu keluarga mereka dinamakan dinasti Idrissiyyah. Selain itu pula, ulama-ulama besar seperti Syekh Abu Hasan Syadzili Maroko (pendiri Tarekat Syadziliyah) yang nasabnya sampai kepada Hasan melalui cucunya Isa bin Muhammad. 

    Mesir dan Iraq adalah negeri yang ulama Ahlul Baitnya banyak dari keturunan Hasan dan Husain. Abdul Qadir Jaelani seorang ulama yang dianggap sebagai Sufi terbesar dengan julukan ‘Mawar kota Baghdad’ adalah keturunan Hasan melalui cucunya Abdullah bin Hasan al-Muthanna.

    Persia hingga ke arah Timur seperti India sampai Asia Tenggara (termasuk Indonesia) didominasi para ulama dari keturunan Husain bin Ali. Bedanya, ulama Ahlul Bait di tanah Parsi banyak dari keturunan Musa al-Kadzim bin Ja'far ash-Shadiq seperti Ayatullah Ruhollah Khomeini karena itu ia juga bergelar Al-Musawi karena keturunan dari Imam Musa al-Kadzim, sedangkan di Hadramaut (Yaman), Gujarat dan Malabar (India) hingga Indonesia ulama Ahlul Baitnya banyak dari keturunan Ali Uraidhi bin Jafar ash-Shadiq terutama melalui jalur Syekh Muhammad Shahib Mirbath dan Imam Muhammad Faqih Muqaddam ulama dan sufi terbesar Hadramaut di zamannya (abad 12-13M). 

    Walaupun sebagian besar keturunan Ahlul Bait yang ada di Nusantara termasuk Indonesia adalah dari Keturunan Husain bin Ali namun terdapat juga yang merupakan Keturunan dari Hasan bin Ali, bahkan Keturunan Hasan bin Ali yang ada di Nusantara ini sempat memegang pemerintahan secara turun temurun di beberapa Kesultanan di Nusantara ini, yaitu Kesultanan Brunei, Kesultanan Sambas dan Kesultanan Sulu sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah / Prasasti dan beberapa Makam dan juga Manuskrip yang tersebar di Brunei, Sambas (Kalimantan Barat) dan Sulu (Selatan Filipina), yaitu melalui jalur Sultan Syarif Ali (Sultan Brunei ke-3) yang merupakan keturunan dari Syarif Abu Nu'may Al Awwal. Sementara dari keturunan Husain bin Ali memegang kesultan di Jawa bagian barat, yang berasal dari Syarif Hidayatulah, yaitu Kesultanan Cirebon (yang kemudian pecah menjadi tiga kerajaan, Kesultanan Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan) dan Kesultanan Banten. Sebagai kerurunan Syarif Hidayatulah keturunan merekapun berhak menyandang gelar Syarif/Syarifah, namun dari keturunan Syarif Hidayatullah gelar tersebut akhirnya dilokalisasi menjadi Pangeran, Tubagus/Ratu (Banten) dan Raden (Sukabumi, Bogor). 

    Mazhab yang dianut 
    Mazhab yang dianut para ulama keturunan Husain pun terbagi dua; di Iran, Iraq dan sekitarnya menganut Syi’ah, sedangkan di Yaman, India hingga Indonesia menganut Sunni yang condong kepada tasawuf). Para ulama keturunan Hasan dari Mesir hingga Maroko hampir semuanya adalah kaum Sunni yang condong kepada tasawuf  (wikifidia.com)

     Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com

    Saturday 22 March 2014

    Biografi Ahmad bin Hanbal

    Ahmad bin Hanbal (781 - 855 M, 164 - 241 AH)[1] (Arab أحمد بن حنبل‏‏ ) adalah seorang ahli hadits dan teologi Islam. Ia lahir di Marw (saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad, Irak. Kunyahnya Abu Abdillah lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi/ Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dikenal juga sebagai Imam Hambali.

     Biografi 
     Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur'an hingga ia hafal pada usia 15 tahun, ia juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu, ia mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Ia telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini ia pernah pindah atau merantau ke Syam (Syiria), Hijaz, Yaman dan negara-negara lainnya sehingga ia akhirnya menjadi tokoh ulama yang bertakwa, saleh, dan zuhud. Abu Zur'ah mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak 12 buah sudah dihafalnya di luar kepala. Ia menghafal sampai sejuta hadits. Imam Syafi'i mengatakan tetang diri Imam Ahmad sebagai berikut: 

    "Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya tinggalkan di sana yang lebih terpuji, lebih shaleh dan yang lebih berilmu daripada Ahmad bin Hambal" 

    Abdur Rozzaq Bin Hammam yang juga salah seorang guru beliau pernah berkata,

    "Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara' Ahmad Bin Hanbal

    Keadaan fisik 
     Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Ia senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain. Yang lain mengatakan, “Kulitnya berwarna coklat (sawo matang) 

    Keluarga
     Beliau menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah. Ia melahirkan dari istri-istrinya anak-anak yang shalih, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.

    Kecerdasan 
    Putranya yang bernama Shalih mengatakan, Ayahku pernah bercerita, “Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya”. Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku, “Ambillah kitab mushannaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya”. Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?” Beliau menjawab, “Ahmad”. Ia masih ditanya, “Bagaimana Anda tahu?” beliau menjawab, “Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”.

     Pujian Ulama 
    Abu Ja’far mengatakan, “Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Ia sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya”. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”. Ibrahim Al Harbi memujinya, “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.

    Kezuhudannya 
    Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang beliau keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga beliau pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, “Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil”. 

    Wara’ dan menjaga harga diri 
    Abu Isma’il At-Tirmidzi mengatakan, “Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk beliau, namun beliau menolaknya”. Ada juga yang mengatakan, “Ada seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun beliau tidak mau menerimanya”. Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar, namun beliau juga tidak mau menerimanya. 

    Tawadhu’ dengan kebaikannya 
    Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”. Beliau (Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”. Al Marrudzi berkata, “Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Ia sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka kharismanya”. Beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?” beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!” 

    Sabar dalam menuntut ilmu 
     Tatkala beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad mengatakan, “Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdirrazzak”. 

    Hati-hati dalam berfatwa 
    Zakariya bin Yahya pernah bertanya kepada beliau, “Berapa hadits yang harus dikuasai oleh seseorang hingga bisa menjadi mufti? Apakah cukup seratus ribu hadits? Beliau menjawab, “Tidak cukup”. Hingga akhirnya ia berkata, “Apakah cukup lima ratus ribu hadits?” beliau menjawab. “Saya harap demikian”. 

    Kelurusan aqidahnyasebagai standar kebenaran 
    Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan, “Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya”. Sufyan bin Waki’ juga berkata, “Ahmad di sisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela beliau maka dia adalah orang fasik”. 

    Masa Fitnah 
    Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluq. Namun dia terus bersembunyi pada masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah beliau wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini. 
    Di masa khilafah Al Ma’mun, orang-orang jahmiyyah berhasil menjadikan paham jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Qur’an makhluk, terutama para ulamanya. Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Qur’an Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta kurungan penjara.
    Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun beliau menjawab, “Bagaimana kalian menyikapi hadits “Sesungguhnya orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad ada yang digergaji kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari agamanya”. HR. Bukhari 12/281. lalu beliau menegaskan, “Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja”. 
    Ketegaran dan ketabahan beliau dalam menghadapi cobaan yang menderanya digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, “Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat”. Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, beliau masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya. Ia mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia”. Maka hatiku bertambah kuat”.

     Ahli hadits sekaligus juga Ahli Fiqih 
    Ibnu ‘Aqil berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan beliau lebih unggul dari seniornya”. 
    Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, “Demi Allah, beliau dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ beliau menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan beliau setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain!! 

    Guru
    Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah: 
    1. Ismail bin Ja’far 
    2. Abbad bin Abbad Al-Ataky 
    3. Umari bin Abdillah bin Khalid 
    4. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami 
    5. Imam Syafi'i 6. Waki’ bin Jarrah 7. Ismail bin Ulayyah 
    8. Sufyan bin ‘Uyainah 
    9. Abdurrazaq 
    10. Ibrahim bin Ma’qil 

     Murid-murid Ahmad bin Hanbal 
     Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad bin Hambal, dan belajar kepadanya juga ulama yang pernah menjadi gurunya, yang paling menonjol adalah: 
    1. Imam Bukhari 
    2. Muslim 
    3. Abu Daud 
    4. An-Nasa'i 
    5. Tirmidzi 
    6. Ibnu Majah 
    7. Imam Asy-Syafi'i 
    8. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal 
    9. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal 
    10. Keponakannya, Hambal bin Ishaq 

    Kewafatan Ahmad bin Hanba
    Setelah sakit sembilan hari, beliau Rahimahullah menghembuskan napas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal dua belas Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan. 

    Karya tulis Ahmad bin Hanbal menulis kitab al-Musnad al-Kabir yang termasuk sebesar-besarnya kitab "Musnad" dan sebaik baik karangan beliau dan sebaik baik penelitian Hadits. Ia tidak memasukkan dalam kitabnya selain yang dibutuhkan sebagai hujjah. Kitab Musnad ini berisi lebih dari 25.000 hadits. 

    Di antara karya Imam Ahmad adalah ensiklopedia hadits atau Musnad, disusun oleh anaknya dari ceramah (kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga Kitab ash-Salat dan Kitab as-Sunnah. 

    Karya-Karya Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
    1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits. 
    2. Kitab at-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini telah hilang”. 
    3. Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
    4. Kitab at-Tarikh 
    5. Kitab Hadits Syu'bah 
    6. Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi al-Qur`an 
    7. Kitab Jawabah al-Qur`an 
    8. Kitab al-Manasik al-Kabir 
    9. Kitab al-Manasik as-Saghir 

    Menurut Imam Nadim, kitab berikut ini juga merupakan tulisan Imam Ahmad bin Hanbal 
    1. Kitab al-'Ilal 
    2. Kitab al-Manasik 
    3. Kitab az-Zuhd
    4. Kitab al-Iman 
    5. Kitab al-Masa'il 
    6. Kitab al-Asyribah اﻞ 
    7. Kitab al-Fadha'il 
    8. Kitab Tha'ah ar-Rasul 
    9. Kitab al-Fara'idh 
    0. Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah 

    (wikipedia.org)

     Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com